Suara.com - Upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis agribisnis rakyat terus bergulir melalui program UPSUS SIWAB (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting). Melalui program ini pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas ternak dengan memperkuat sistem pemeliharaan dan manajemen peternakan di usaha peternakan rakyat.
"Walaupun program UPSUS SIWAB merupakan program yang diarahkan untuk pengembangbiakan sapi potong, namun ini adalah program jangka panjang, dan tak mungkin memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri," kritik Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, saat dihubungi Suara.com, Selasa (17/4/2018).
Menurutnya program ini sudah berjalan pada periode-periode sebelumnya, seperti kawasan Peternakan Tapos yang dulu dikembangkan oleh mantan Presiden Soeharto. Hanya saja, Tapos tak dikembangkan secara bertahap di setiap daerah dahulunya sehingga kebutuhan impor daging sapi akhirnya tak dapat dielakkan.
"Yang harus dipikirkan oleh pemerintah dalam jangka pendek dan menjelang bulan puasa Ramadhon adalah bagaimana supaya harga daging tidak melonjak naik saat hari besar ummat Islam, termasuk ketersediaan sapi menjelang Hari Raya Idul Adha tahun 2018 (1439 H)," jelasnya.
Menurutnya, yang lebih penting dari program UPSUS SIWAB ini adalah strategi usaha bersama badan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak, yaitu BUMN dan Koperasi dapat dikembangkan di daerah yang memiliki potensi lahan lepas bermain sapi, kebutuhan pakan yang cukup dan berprotein dan kandang yang dapat meningkatkan produktifitas penggemukan sapi dengan benih yang unggul. Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin menjadi hal yang penting melalui manajemen yang efektif dan efisien dalam pengelolaan peternakan sapi potong ini dari hulu sampai dengan hilir.
Sehingga kesejahteraan para peternak atau kemakmuran bersama yang diperintahkab konstitusj, UUD 1945 dapat terwujud. Skala prioritas harus menjadi pertimbangan utama dan faktor kunci dalam mencapai keberhasilan program UPSUS SIWAB ini.
"Tanpa itu, maka program ini tak akan beda dengan program Bantuan Sosial selama ini yang mubazir (seperti bibit sapi dijual oleh masyarakat karena terdesak kebutuhan hidup) dan berpotensi terjadi penyimpangan karena adanya kepentingan politik siklus 5 tahunan," tutupnya.