Transaksi Tunai Dibatasi Maksimal Rp100 Juta, Ini Alasannya

Selasa, 17 April 2018 | 12:37 WIB
Transaksi Tunai Dibatasi Maksimal Rp100 Juta, Ini Alasannya
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin [suara.com/Erick Tanjung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan, pembatasan penggunaan uang tunai dalam bertransaksi akan membantu menekan tingkat pidana pencucian uang dan korupsi di Indonesia.

Pembatasan tersebut tengah diatuar dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Menurut Kiagus, berdasarkan data statistik PPATK, tren korupsi, penyuapan serta kejahatan lainnya mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

“Sampai per Januari tahun 2018 ini, PPATK telah menyampaikan 4.155 Hasil Analisis (HA) kepada penyidik. Dari jumlah tersebut, 1.958 HA ‎diantaranya merupakan berindikasi tindak pidana korupsi dan 113 HA berindikasi tindak pidana penyuapan,” kata Ahmad di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Baca Juga: PPATK dan KPK Awasi Transfer Uang selama Pilkada Serentak 2018

Oleh sebab itu, untuk menurunkan tindak pidana korupsi, penyuapan dan tindak pidana lainnya, PPATK mendukung upaya pemerintah berencana untuk membatasi transaksi tunai maksimal Rp 100 juta.

Menurutnya, para pelaku saat melakukan tindak pidana memilih untuk menggunakan transaksi tunai. Hal tersebut bertujuan untuk mengelabuhi auditor saat menelusuri dana bergulir. Khususnya dalam memutus penelusuran aliran dana kepada pihak penerima.

“Operasi Tangkap Tangan yang digelar oleh penegak hukum, hampir seluruhnya melibatkan uang tunai dalam kejahatan yang dilakukan. Nah rencana pemerintah ini kami dukung, langkah tersebut perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku melakukan tindak pidana," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI