Suara.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melakukan konsultasi Publik Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur).
Acara ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonimian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Negara Sofian Djalil, Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Damin Nasution mengatakan konsultasi publik ini pertama bertujuan untuk menyampaikan progres penyelesaian dan konsep revisi perpres no. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Kedua mendapatkan informasi aktual dan terkini dari sektor (kementerian dan lembaga), daerah, Asosiasi dan perguruan tinggi. Ketiga, mendisjusikan alternatif-alternatif pengembangan di Jabotabekpunjur dan keempat menyamakan pandangan serta konsep penyelesaian permasalahan kawasan Jabodetabekpunjur secada spasial melalui Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.
"Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan yang memiliki peran sangat penting dalam perekonomian nasional dengan sumbangan ke PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Nasional sebesar 19,93persen," ungkap Darmin Nasution di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Senin (16/4/2018).
Ia mengatakan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi secara otomatis memiliki konsejuensi pada tingginya aglomerasi penduduk. Pertumbuhan penduduk di kawasan ini mencapai 2,9persen per tahun.
"Sementara jumlah penduduk kuran lebih 32 juta jiwa pada tahun 2015. Kondisi tersebut secara langsung berdampak pada peningkatan akan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal, tempat kegiatan usaha, dan infrastruktur," jelasnya.
Menteri ATR/BPN Sofian Djalil mengatakan implikasi dari hal tersebut adalah konversi lahan dari lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun.
Ia menjelaskan Pada kurun waktu 2012-2015 terjadi konversi lahan pertanian sekitar 32,06 persen tanpa memperthatikan keterbatasan daya dukung lingkungan.
"Saat ini daya dukung lingkungan di kawasan Jabodetabekpunjur telah terlampaui sehingga permasalahan-permasalahan seperti bencana banjir, longsor, penurunan muka tanah (rata-rata 7,5 cm pertahun di pesisir Utara Jakarta) serta intruksi air laut di wilayah pesisir. Selain itu, kemacetan lalulintas menjadi isu yang tidak dapat dihindari," jelasnya.
Guna menyelaraskan dinamika pembangunan yang sangat masif dengan tetap mempetimbangkan daya dukung lingkungan ini menuntut perlunya segera dilakukan revisi perpres no. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.
Konsep revisi perpres itu menekankan pada tiga aspek. Pertama keterpaduan rencana hulu,tengah,hilir dan pesisir Jabodetabekpunjur dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
"Kawasan hulu akan berperan sebagai kawasan lindung dan sumber air, kawasan tengah sebagai kawasan penyangga dan resapan air, kawasan hilir sebagai kawasan budidaya serta kawasan pesisir sebagai kawasan lindung pesisir dan kawasan budidaya," katanya.
Kedua, lanjutnya, pembagian peran antara kota inti dan kota sekitarnya dan yang ketiga, integrasi sistem jaringan transportasi dan sistem jaringan prasarana perkotaan lainnya.