Suara.com - Pemerintah menargetkan defisit pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) kurang dari 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Target tersebut harus diikuti dengan asumsi PDB tahun depan yang naik di atas Rp16.000 triliun.
“Maka, kita harus secara hati-hati menetapkan target untuk pajak, yaitu tax ratio-nya maupun defisitnya,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Ani mengatakan, Pemerintah akan berusaha untuk mendesain RAPBN 2019 yang dari satu sisi tetap memberikan stimulus dan dukungan terhadap perekonomian dan perbaikan sosial, namun tidak menciptakan beban yang terlalu besar untuk APBN.
Dikutip dari situs Sekretariat Kabinet (Setkab), Menkeu menargetkan total penerimaan negara harus ditingkatkan antara 7,6 persen hingga 13 persen untuk tahun 2019.
Baca Juga: Inilah 12 Penjelasan Lengkap Sri Mulyani Soal Utang Indonesia
Sementara dari sisi belanja negara, untuk belanja pemerintah pusat akan naik sekitar 7,3 persen dan untuk transfer ke daerah dan dana desa akan didesain kenaikannya sekitar 8,3 persen.
“Itu semuanya masih di dalam hitungan pagu indikatif. Kita akan membelanjakan lebih dari Rp823 triliun kalau tidak salah untuk Kementerian/Lembaga (K/L). Untuk program-program yang disebut prioritas oleh Bapak Presiden pendidikan, kesehatan, vokasi kemudian untuk sosial kita akan fokuskan,” ujarnya.
Mengenai subsidi energi, Ani mengatakan, asumsi harga minyak Indonesia (ICP) akan ditingkatkan dan disesuaikan dengan realisasi yang terjadi tahun ini.
“Jadi, kita akan melihat perkembangan dari ICP. Tapi kemungkinan akan di atas 50, yaitu antara 58 dollar sampai 65 dollar AS,” kata Ani.
Baca Juga: Gaji Jokowi Naik Jadi Rp533 Juta per Bulan? Sri Mulyani: Hoaks