Suara.com - Pengamat Transportasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Syafii menyatakan pada 2030 dampak dari pembangunan jalan tol akan terasa signifikan. Terlebih menyangkut jumlah pergerakan kendaraan.
"Estimasi jumlah pergerakan kendaraan mencapai 82.825 pergerakan/jam," katanya di Solo, Selasa (10/4/2018).
Ia memperkirakan dalam jangka pendek operasional jalan tol Solo-Ngawi bisa mengalihkan 11,3 persen atau setara dengan 8.764 pergerakan arus kendaraan di lintas Solo dan sekitarnya.
"Angka tersebut adalah jumlah kendaraan yang dari luar kota dan hanya melintasi Kota Solo. Jika hanya melintas, harapannya mereka bisa beralih memanfaatkan jalan tol," katanya.
Ia mencontohkan Jalan Ahmad Yani dari ruas Panti Waluyo hingga simpang empat Manahan Kota Solo sering terjadi macet yang didominasi kendaraan berat, seperti truk yang sebenarnya hanya melewati Kota Solo.
Meski demikian, kata dia, dengan adanya peralihan tersebut bukan berarti Solo akan bebas dari kemacetan.
Menurut kajian yang dilakukan, pihaknya mengingatkan seluruh pemerintah daerah di Soloraya, terutama Solo, terkait potensi "induced traffic", yaitu setiap kenaikan 100 persen kapasitas jalan akan menyebabkan 30-120 persen kenaikan lalu lintas.
"Misalnya saja, dengan akses Solo-Semarang yang makin mudah dan cepat, bukan tidak mungkin masyarakat Semarang akan menghabiskan waktu liburan di Kota Solo. Di satu sisi ini akan mendongkrak perekonomian daerah, tetapi di sisi lain berpotensi mengakibatkan kemacetan di dalam kota," katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Surakarta Ahyani mengatakan terkait dengan proyek jalan tol, titik Klodran adalah kawasan yang paling diantisipasi agar ke depan tidak menjadi masalah.
"Jejaring jalan yang menghuhungkan titik Klodran dengan kawasan strategis yang ada di Kota Solo harus dibangun agar tidak stagnan di kawasan itu," katanya.