Selain KPPU, komisi persaingan Filipina, Malaysia, dan Singapura kini tengah menyelidiki akuisisi saham Uber di Asia Tenggara oleh Grab yang dikhawatirkan berpengaruh terhadap persaingan usaha.
"Akuisisi ini akan berdampak terhadap bisnis transportasi, untuk itu kami akan melihat dengan lebih cermat," ujar Komisi Persaingan Filipina seperti ditulis oleh Reuters.
Bahkan komisi persaingan usaha Singapura (Competition Comission of Singapore) secara tegas meminta kepada Grab agar tidak menaikkan harga dan mempertahankan tarif yang berlaku saat ini.
Pengamat bisnis dan juga Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, dalam dunia bisnis, akuisisi memang menjadi cara paling mudah untuk bisa tumbuh dengan cepat.
Namun, yang perlu menjadi perhatian dalam akuisisi Uber oleh Grab adalah dampaknya kepada masyarakat selaku pengguna jasa. Sebab, dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan tarif.
Pada awal berbisnis, kata Yuswohady, pelaku usaha akan memperlakukan konsumen layaknya raja. Dia akan gencar melakukan promo untuk menekan tarif demi merebut hati konsumen sekaligus menyingkirkan kompetitornya, seperti yang dilakukan Grab saat ini.
Uber hengkang dari kawasan Asia Tenggara lantaran terus merugi bersaing dengan Grab dalam subsidi tarif, di mana pada 2017 saja mencatatkan rugi 4,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp60 triliun.
Oleh karena itu, Yuswohady meminta pemerintah mengantisipasi agar persaingan tidak sehat dalam bisnis ini di Indonesia tidak sampai terjadi. "Regulator perlu waspada," kata Yuswohady.
Rhenald Kasali, pakar bisnis sekaligus Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia pun mengatakan hal yang sama. Apalagi bisnis "ride sharing" ini sudah menjadi salah satu objek vital karena menyangkut kehidupan banyak orang.
"'Winner takes all", itu prinsip ekonomi. Tapi dalam hal ini tidak diinginkan, makanya harus terus diawasi supaya masyarakat tetap bisa punya pilihan dan tidak dirugikan," tuturnya.