Suara.com - Anggota Komisi XI DPR RI H Willgo Zainar menyebutkan nilai kerugian masyarakat akibat menempatkan dananya pada perusahaan investasi bodong sejak 2007 hingga 2017 mencapai Rp106 triliun.
"Itu terjadi karena tawaran perusahaan investasi bodong sangat menarik. Dan pemahaman masyarakat yang masih kurang," kata H Willgo Zainar, di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (6/4/2018).
Politisi Partai Gerindra daerah pemilihan NTB ini berada di Pulau Lombok bersama Deputi Direktur Bidang Perhubungan Antarlembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Jufrin, dalam rangka menyosialisasikan investasi bodong kepada masyarakat.
Willgo mengatakan kerugian masyarakat yang mencapai ratusan triliun rupiah tersebut tersebar pada ratusan perusahaan investasi bodong di Indonesia, termasuk di antaranya 25 perusahaan diketahui beroperasi di NTB.
Investasi bodong tersebut bergerak di segala bidang, mulai dari bisnis batu bara, emas, properti, valuta asing (valas), hingga perjalanan umrah.
Semua jenis investasi bodong tersebut menarik minat masyarakat karena perusahaan menawarkan iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi dan mempromosikan dari mulut ke mulut.
"Perusahaan investasi bodong juga memanfaatkan testimoni orang-orang penting dan terkenal. Mulai dari artis, pejabat, tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga menambah keyakinan masyarakat untuk berinvestasi," ujarnya.
Sebagai langkah preventif dan represif, kata dia, telah dibentuk Satuan Tugas Waspada Investasi di tingkat pusat yang terdiri dari 13 lembaga dan institusi terkait seperti OJK, Bank Indonesia, Kementrian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementrian Komunikasi dan informasi, Kementrian Agama, dan institusi lainnya.
Anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga berharap semua provinsi segera membentuk satgas serupa untuk mencegah dan mengatasi investasi bodong, sehingga kerugian masyarakat terhadap investasi bodong dapat ditekan.
"Masyarakat juga harus lebih kritis dalam berinvestasi. Bila perlu investasi sederhana saja yang langsung dapat diawasi sendiri. Bisa beternak, bertani, kuliner atau agro bisnis. Jika mau investasi yang lebih tinggi, cari produk investasi yang memang dikeluarkan pemerintah atau lembaga jasa keuangan yang terdaftar di OJK," katanya mengimbau.
Sementara itu, Kepala Kantor OJK NTB Farid Falatehan, mengatakan masih mudahnya masyarakat menjadi korban investasi bodong karena beberapa karakteristik. Mulai dari keinginan masyarakat yang ingin pendapatan tinggi dalam waktu cepat, kemudahan dalam berinvestasi, rendahnya mengakses lembaga jasa keuangan formal, serta rendahnya pemahaman literasi keuangan.
"Faktor masih relatif rendahnya industri jasa keuangan melakukan sosialisasi produk-produknya ke masyarakat dan persyaratan yang rumit juga menjadi salah satu penyebab," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya menyarankan agar masyarakat yang ingin berinvestasi memilih antara investasi di aset keuangan atau aset riil.
Aset keuangan terdiri dari tabungan/deposito, ekuitas, obligasi, reksadana, asuransi, dan dana pensiun. Sedangkan aset riil mulai dari emas, properti, dan komoditas.
"Masyarakat harus paham dan cek dengan teliti legalitas lembaga dan produknya, pahami risiko dan manfaatnya, pahami hak dan kewajibannya, pahami likuiditas dan biayanya," katanya.
OJK, kata Farid, juga terus melakukan upaya sosialisasi dan edukasi ke seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut sebagai upaya preventif dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan perusahaan investasi bodong.
OJK NTB juga mengimbau masyarakat agar berani melapor jika menjadi korban perusahaan investasi bodong.
"Jangan malu untuk melapor, meski nilainya kecil tapi yang menjadi korban bukan satu orang, bisa saja ratusan hingga ribuan orang," ucapnya. (Antara)