Sementara itu, Kepala Kantor OJK NTB Farid Falatehan, mengatakan masih mudahnya masyarakat menjadi korban investasi bodong karena beberapa karakteristik. Mulai dari keinginan masyarakat yang ingin pendapatan tinggi dalam waktu cepat, kemudahan dalam berinvestasi, rendahnya mengakses lembaga jasa keuangan formal, serta rendahnya pemahaman literasi keuangan.
"Faktor masih relatif rendahnya industri jasa keuangan melakukan sosialisasi produk-produknya ke masyarakat dan persyaratan yang rumit juga menjadi salah satu penyebab," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya menyarankan agar masyarakat yang ingin berinvestasi memilih antara investasi di aset keuangan atau aset riil.
Aset keuangan terdiri dari tabungan/deposito, ekuitas, obligasi, reksadana, asuransi, dan dana pensiun. Sedangkan aset riil mulai dari emas, properti, dan komoditas.
"Masyarakat harus paham dan cek dengan teliti legalitas lembaga dan produknya, pahami risiko dan manfaatnya, pahami hak dan kewajibannya, pahami likuiditas dan biayanya," katanya.
OJK, kata Farid, juga terus melakukan upaya sosialisasi dan edukasi ke seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut sebagai upaya preventif dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan perusahaan investasi bodong.
OJK NTB juga mengimbau masyarakat agar berani melapor jika menjadi korban perusahaan investasi bodong.
"Jangan malu untuk melapor, meski nilainya kecil tapi yang menjadi korban bukan satu orang, bisa saja ratusan hingga ribuan orang," ucapnya. (Antara)