Suara.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku tak mau ikut campur dalam penetapan tarif ojek online. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada penyedia aplikasi dalam penentuan tarif.
Hal tersebut dikatakannya lantaran, belum ada kejelasan payung hukum yang membawahi keberadaan transportasi berbasis aplikasi ini.
“Beberapa hari lalu itu kami hanya mediasi agar saudara kita ojek online itu melakukan diskusi. Mengenai jumlah tarif, pemerintah tidak akan masuk dalam perundingan," kata Budi Karya Sumadi di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018).
Menurut Budi, hingga saat ini pihaknya hanya bisa menunggu keputusan penyedia aplikasi soal tarif ini. Jika sampai hari ini belum ada penetapan tarif yang pas, maka Kementerian Perhubungan akan melakukan mediasi kepada para penyedia transportasi berbasis aplikasi ini.
Baca Juga: Taksi Online Minta Tak Ada Razia Selama Permenhub 108 Ditunda
“Yang kita utamakan, bagaimana ojek tersebut dapatkan perlindungan jumlah tarif yang memadai,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan memberi usulan untuk tarif ojek online adalah Rp 2.000 per kilometer.
Harga ini sudah termasuk keuntungan dan biaya jasa karena berdasarkan perhitungan, harga tarif pokok yang ideal adalah di kisaran Rp 1.400-1.500.
Dengan besaran tersebut, dirasa akan menguntungkan semua pihak, baik dari sisi aplikator maupun bagi pengendara ojek online.
Namun, keputusan tersebut justru mendapat penolakan dari para driver ojek online lantaran terlalu rendah.
Baca Juga: Kemenhub Siap Jembatani Perusahaan Ojek Online dan Pengemudi
Atas hal tersebut, Kementerian Perhubungan menyerahkan penetapan tarif kepada penyedia aplikasi ojek online masing-masing.