Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan meminta kepada masyarakat untuk tidak khawatir dengan kondisi utang Indonesia saat ini.
Pasalnya, sampai saat ini manajemen utang sudah dilakukan dengan sangat hati-hati, karena digunakan hanya untuk membiayai sektor produktif.
Hal ini menyusul banyaknya kritik dan kekhawatiran akan kemampuan pemerintah membayar utang yang nilainya mencapai Rp4.035 triliun per Februari lalu 2018.
“Masyarakat tidak perlu khawatir karena utang itu digunakan untuk sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi tapi dampaknya baru bisa dirasakan jangka panjang,” kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Schneider Siahaan di Jakarya, Kamis (22/3/2018).
Selain itu, lanjut Schneider, indikator rasio utang pemerintah masih dalam level aman yakni sebesar 29,24 persen terhadap PDB, dan diajukan secara hati-hati dan efisien. Adapun batas maksimum utang pemerintah sebagaimana dalam UU Keuangan Negara Nomor 17/2003, adalah 60 persen terhadap PDB.
"Hutang ini akan naik terus sepanjang anggaran kita masih defisit. Yang kami lakukan adalah mengelola hutang dengan baik, agar bisa membayarnya," ujar dia.
Ia pun menjabarkan terkait pembayaran utang dengan penerimaan yang dihimpun negara termasuk penerimaan pajak. Menurutnya, apabila pada 2018 perkiraan penerimaan negara sebesar Rp1.894 triliun, maka dengan jumlah hutang Rp 4.034 triliun, pemerintah memiliki waktu jatuh tempo untuk membayar hutang itu selama sembilan tahun.
“Dengan itu kita membayar hutang. Rp450 triliun. Kalau kita punya penerimaan Rp1.894 triliun dan utang jatuh tempo Rp450 triliun setiap tahun, itu kita bisa bayar tidak? Ya bisa. Jadi itu namanya mengelola," tegasnya.