Produktivitas Hutang Indonesia Tidak Berjalan Efektif

Kamis, 22 Maret 2018 | 07:00 WIB
Produktivitas Hutang Indonesia Tidak Berjalan Efektif
Presiden Joko Widodo didampingi Ketua MUI KH Maruf Amin (kiri), meninjau lokasi Bank Wakaf Mikro Tanara di Serang, Banten, Rabu (14/3). [Antara/Asep Fathulrahman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Institute For Developmet Of Economics and Finance (INDEF) menyatakan produktivitas hutang Indonesia tidak berjalan efektif. Hutang pemerintah terus meningkat secara agresif sejak 2015.

Peneliti INDEF Riza Annisa Pujarama menjelaskan hutang tersebut untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur jadi tujuan pokok pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Peningkatan utang karena kebutuhan belanja insfrastruktur yang menjadi prioritas kerja pemerintah Jokowi," komentar dia di Kantor INDEF, Jalan Batu Merah, Pejaten Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018).

Hutang pemerintah melonjak di tahun 2015 dari Rp3.165,13 triliun menjadi Rp3.466,96 triliun di tahun 2016. Peningkatan hutang terus berlanjut hingga APBN 2017 di Februari dengan angka Rp4.034,8 triliun dan pada APBN 2018 mencapai Rp4.772 triliun.

Baca Juga: Berganti Kepala, Polres Jaksel Utang Kasus Mangkrak di Kemang

Sementara total hutang negara Indonesia setidaknya telah mencapai lebih dari Rp7.000 triliun. Itu terdiri dari total hutang pemerintah dan swasta.

"Hutang pemerintah untuk membiayai defisit anggaran dan hutang swasta dilakukan oleh korporasi swasta dan BUMN," katanya.

Dia juga memaparkan hutang Indonesia dalam tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.

Sementara itu Peneliti INDEF lainnya Ahmad Heri Firdaus berharap ke depan hutang negara yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk Surat Berharga (SBN) dapat digunakan dalam hal yang produktif salah satunya infrastruktur.

"Infrastruktur itu yang penting dibiayai sebesar-besarnya. Tapi, harus ada Infrastruktur prioritas. Prioritas seperti apa, tentunya yang mampu menciptakan multi player affect yang luas bagi perekonomian," ujar Heri.

Baca Juga: JK Sebut Anies Masih Punya Hutang Setelah Jadi Gubernur

Selain itu, tambahnya, Infrastruktur yang mampu meningkatkan nilai tambah untuk sektor-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, dan ekspor yang lebih besar. Lainnya, sektor-sektor tradable seperti pertanian, industri yang banyak menyerap tenaga kerja.

Heri menilai ke depan pemerintah harus bisa memilih dan memilah infrastruktur apa yang menjadi prioritas.

"Jika infrastruktur itu diutamakan untuk meminimalisir biaya logistik, terkait peningkatan daya saing, maka itu akan lebih baik," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI