Para pelaku usaha keuangan dapat memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekosistem ekonomi nasional. Tentu hal tersebut perlu ditunjang oleh peran dua regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dengan kebijakan yang mendengarkan suara industri.
Perbedaan peran antara kedua sektor tersebut tidak berarti bisa membuat perbankan duduk nyaman dan enggan melakukan pemutakhiran teknologi. Apalagi, bank pembangunan daerah, termasuk Bank BJB, yang didukung kuat oleh pemerintah.
Walau Bank BJB telah nyaman karena memiliki banyak nasabah kredit konsumer, tetap bank ini harus melakukan inovasi dan adaptasi guna menjawab tantangan di era ekonomi digital. Melalui BJB digi, Bank BJB terus berupaya memberikan kemudahan layanan berbasis teknologi digital.
Adapun tujuan dari inovasi ini adalah untuk dapat menjawab perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan pasar. Konsep transaksional berbasis digital banking telah hadir sebagai bagian integral dari layanan Bank BJB.
Layanan yang diberikan dapat terintegrasi dengan ponsel pintar berbasis sistem operasi Android, Blackberry, dan iOS, sehingga seluruh bentuk transaksi dapat dilakukan dengan satu genggaman. Layanan ini ditunjang dengan keamanan transaksi yang paripurna dan layanan tanpa henti selama 24 jam.
Terkait kredit konvensional, Bank BJB telah menyiapkan fondasi berbasis daring. Tentu dengan tetap mengedepankan lima prinsip utama dalam penyaluran kredit dan kehati-hatian, yakni karakter, kapasitas, kapital, kolateral dan kondisi.
"Fintech bukan merupakan produk baru, tapi sebuah infrastruktur. Fintech hanya (berperan) mempermudah transaksi. Kami akan mempersiapkan infrastruktur di 15 tahun ke depan, tapi fintech hanyalah salah satunya," ujar Senior Vice President Divisi Corporate Secretary Bank BJB, Hakim Putratama.