Suara.com - Semakin menjamurnya usaha rintisan (start up) berupa financial technology (fintech) diperkirakan tidak akan mengancam industri perbankan Tanah Air, tapi justru sebaliknya. Keduanya diperkirakan bisa bersinergi dan mampu meningkatkan kualitas layanan keuangan kepada masyarakat.
Direktur Utama Bank BJB, Ahmad Irfan, mengatakan, perbankan harus terus memutakhirkan teknologi agar bisa bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan meningkatnya start up di bidang fintech. Menurutnya, dalam dua tahun terakhir, fintech telah mampu meraup transaksi hingga Rp3 triliun, dan pada 2020, industri fintech akan mampu menghasilkan transaksi hingga Rp7 triliun.
"Jika perbankan tidak bergerak cepat, maka akan tertinggal dari sisi payment. Jika tidak melakukan pemutakhiran teknologi, perbankan akan ketinggalan. Adaptasi teknologi tidak dapat ditawar. Fintech bukan musuh perbankan," ujarnya, dalam keterangan resmi, di Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/3/2018).
Pada dasarnya, fintech tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan perbankan. Fintech tidak hadir sebagai pesaing perbankan atau lembaga keuangan lain, sebab keduanya dapat saling bersinergi dengan membentuk kolaborasi nyata.
Bukti tersebut dicatat oleh Asosiasi Financial Technology Indonesia yang menyatakan, 63,9 persen pelaku usaha fintech telah terkoneksi dengan bank melalui application programming interface. Hal ini membuat fintech sebagai peluang kolaborasi bagi bank dan bukan ancaman.
"Ritel bank akan tetap tumbuh. Justru keduanya akan menjalin simbiosis mutualisme atau kolaborasi bersama. Keduanya tidak akan saling mematikan, karena sifatnya dapat bersinergi dengan pelayanan bank," ujar Ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kurtabi.
Sinergitas tersebut terbentuk lantaran kedua sektor ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Perbankan memiliki kelebihan dalam lisensi memindahkan dana dari satu rekening ke rekening lain, dan kelebihan tersebut tidak dimiliki fintech.
Selain itu, bank memiliki keunggulan komparatif pada data, basis klien, navigasi peraturan, penanganan manajemen risiko, perizinan industri, dan reputasi, sementara fintech kerap tersandung masalah kepercayaan, karena tidak memiliki manajemen risiko yang baik.
Namun demikian, fintech memiliki kelebihan, yaitu efisiensi dan efektivitas karena karakternya identik dengan perangkat mobile.
"Fintech merupakan bagian dari efisiensi dan percepatan pelayanan, namun transaksi bersifat konvensional masih tetap dibutuhkan. Apalagi fintech tidak selamanya bebas error," ujar Acuviarta.