Suara.com - Salah seorang tim panitia mogok kerja karyawan PT. Freeport Indonesia, Deddy Muchlis, membeberkan sejumlah fakta terkait aksi mogok kerja kawan-kawannya terhadap Freeport di Mimika, Papua. Muchlis menganggap, Freeport kini telah berlaku sewenang-wenang seperti kebijakan merumahkan karyawan tanpa batas (Furlough) secara tiba-tiba.
Hal ini tentu menimbulkan polemik lantaran bukan hanya karyawan yang sudah tidak produktif lagi, namun mereka yang rajin bekerja dan tidak pernah absen pun juga turut terkena dampak kebijakan ini. Disampaikan oleh Muchlis dalam konferensi pers yang digelar oleh Lokataru Foundation di Bakoel Koffie, Cikini Raya Jakarta Pusat, Minggu (11/3/2018).
“Kalau yang sudah mau pensiun bagi kami okelah. Tapi bagi teman-teman kami yang baru satu atau dua tahun kerja tiba-tiba di Furlough. Mereka tidak tahu alasannya, padahal selama ini mereka bekerja dengan baik dan rajin bahkan belum pernah sekalipun absen kerja,” ujar Muchlis.
“Kami di PHK (Furlough) satu per satu. Awalnya Freeport beralasan karena saat itu tidak boleh melakukan ekspor. Namun setelah izin ekspor sudah diperbolehkan oleh pemerintah, kami yang di Furlough itu tidak dipanggil kembali,” kata Muchlis.
“Kami dipaksa mengambil paket PPHKS namanya. Paket Pemutusan Hubungan Kerja Sukarela. Itu berlangsung hampir setiap Minggu ada saja kawan kami yang ditelpon untuk mengambil paket itu,” ungkap Muchlis.
Menurut Muchlis kebijakan ini dinilai tidak adil karena tidak dilibatkannya lagi perwakilan pekerja Freeport dalam pengambilan setiap kebijakan perusahaan.
Hal ini jelas telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat di tahun 2014 sebelumnya. Dikenal dengan nama kesepakatan New Era. Ditandatangani sendiri oleh pemilik saham atau pendiri Freeport McMoran Inc, James Bob Moffett dengan perwakilan pekerja Freeport Indonesia di Mimika, Papua.
“Kesepakatan di 2014 menyatakan bahwa semua kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Freeport haruslah melibatkan perwakilan pekerja. Kesepakatan ini kami sebut Kesepakatan New Era. Kesepakatan ini ditandatangani sendiri langsung oleh pemilik saham Freeport, James Bob Moffett,” ungkap Muchlis.
Deddy Muchlis menegaskan bahwa selama ini Freeport memberikan pernyataan bohong kepada media. Freeport mengklaim, ribuan karyawannya telah mengundurkan diri. Padahal faktanya, mereka melakukan aksi mogok kerja.
“Karena kebijakan itu akhirnya kami marah. Marah dan melupakan kemarahannya itu dalam bentuk aksi spontanitas mogok. Sampai saat ini, Freeport klaim bahwa kami sudah mengundurkan diri. Kami itu sudah dianggap mengundurkan diri,” kata Muchlis.
“Masuk akal gak, kalau mengundurkan diri sebanyak ribuan orang secara bersamaan? 3000 sampai 8000 orang yang selalu Freeport umumkan di media bahwa kami mengundurkan diri,” ungkap Deddy yang juga menjabat sebagai Sekretaris Koordinator Cabang Brigade Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (SP KEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Mimika, Papua.
Mereka melakukan aksi tersebut karena menganggap Freeport telah berlaku sewenang-wenang dalam memberlakukan PHK secara sepihak tanpa melibatkan perwakilan dari pekerja terlebih dahulu. Hal ini juga dibarengi dengan alasan yang tidak jelas.
“Saya mau bilang bahwa itu hanya sebelah pihak. Kami protes terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Freeport,” kata Muchlis. (Priscilla Trisna)