Suara.com - Perjuangan serikat pekerja, yang dimotori oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang menolak kebijakan Pemerintah berupa Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang kemudian ditindaklanjuti oleh Jasa Marga melalui pemberlakuan 100% Gardu Tol Otomatis (GTO) di seluruh ruas jalan tol di Indonesia, ternyata direspon secara tidak bijaksana oleh PT Jasa Marga.
PT Jasa Marga (PT JM) melalui manajemen anak perusahaannya yaitu PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (PT JLJ), justru diduga kuat melakukan tindakan pemberangusan serikat pekerja (union busting) dalam bentuk upaya kriminalisasi dan upaya pemutusan hubungan kerja terhadap Mirah Sumirat, Presiden Serikat Karyawan Jalantol Lingkarluar Jakarta (SK JLJ).
Dugaan union busting yang sejak akhir tahun 2017 dilakukan oleh manajemen PT Jasa Marga melalui PT JLJ yaitu mencari-cari kesalahan dari Mirah Sumirat, dengan mempersoalkan kehadiran Mirah Sumirat di tempat kerja. Padahal di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah ditandatangani oleh Direksi PT JLJ dan Pengurus SK JLJ, telah disepakati secara tegas bahwa Perusahaan memberikan hak penuh kepada Pengurus SK JLJ untuk menjalankan aktifitas serikat pekerja. Klausul dalam PKB ini telah berjalan sejak tahun 2008 sampai sekarang. Namun anehnya, baru sejak adanya Konferensi Pers Penolakan 100% GTO oleh ASPEK Indonesia dan KSPI pada September 2017, aktivitas Mirah Sumirat sebagai Presiden SK JLJ dipersoalkan oleh Direksi PT JLJ.
Direksi PT JLJ telah memberikan sanksi kepada Mirah Sumirat berupa Peringatan Tertulis 1 dan berlanjut pada surat panggilan 1, 2 dan 3 dengan tuduhan tidak melaksanakan perintah atasan dalam hal bekerja sebagai karyawan. Padahal Mirah Sumirat sudah melaksanakan tugas sebagai pimpinan serikat pekerja sejak tahun 2008 hingga sekarang dan tidak pernah ada persoalan terkait menjalankan fungsi sebagai pengurus serikat pekerja.
Mirah Sumirat dengan didampingi advokat senior Eggy Sudjana, SH dan beberapa pengurus ASPEK Indonesia dan KSPI, pada hari Senin, (12/3/2018) melaporkan Direksi PT Jasa Marga dan Direksi PT Jalantol Lingkarluar Jakarta ke Mabes Polri atas dugaan pemberangusan serikat pekerja dan intimidasi.
Said Iqbal, Presiden KSPI meminta Direksi PT JM dan Direksi PT JLJ untuk menghentikan dugaan tindakan union busting yang dilakukan terhadap Mirah Sumirat. Said Iqbal yang juga menjabat sebagai Governing Body International Labor Organization (ILO) mengingatkan bahwa dugaan kasus union busting terhadap Presiden SK JLJ akan menjadi perhatian serius dan bukan tidak mungkin persoalan ini akan dilaporkan ke rapat Governing Body ILO di Genewa. "Karena ini merupakan pelanggaran atas UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan juga Konvensi ILO tentang Kebebasan Berserikat," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (12/3/2018).
Said Iqbal meyakini bahwa dugaan tindakan union busting yang dilakukan terhadap Mirah Sumirat sangat terkait dengan sepak terjang Mirah Sumirat dalam memperjuangan jaminan kepastian kerja di Indonesia. Setidaknya ada 2 perjuangan yang gencar dilakukan oleh Mirah Sumirat di lingkungan pekerja jalan tol.
Pertama pada tahun 2015, saat Mirah Sumirat memimpin SK JLJ menolak pengalihan 3.000 pekerja kontrak PT JLJ ke anak perusahaan PT Jasa Marga yang baru dibentuk yaitu PT Jasa Layanan Operasi (PT JLO). Penolakan saat itu tentunya membuat Direksi PT Jasa Marga malu dan kesulitan untuk bisa mengalihkan 3.000 pekerja kontrak PT JLJ ke PT JLO. Saat penolakan itu Mirah Sumirat mampu membuktikan bahwa PT Jasa Marga dan PT JLJ melakukan ingkar janji terhadap 3.000 pekerja kontrak di PT JLJ, karena terdapat kesepakatan tertulis antara Direksi PT Jasa Marga dengan Direksi PT JLJ yang akan mengangkat 3.000 pekerja kontrak menjadi pekerja tetap di PT JLJ. Namun PT Jasa Marga dan PT JLJ mencoba untuk mengingkari kesepakatan tersebut dengan akan mem-PHK 3.000 pekerja kontrak tersebut untuk kemudian dialihkan ke anak perusahaan PT Jasa Marga yang baru yaitu PT Jasa Layanan Operasi (PT JLO).
Kedua adalah perjuangan tahun 2017 saat Mirah Sumirat bersama ASPEK Indonesia dan KSPI gencar melakukan kampanye penolakan GNNT & 100% GTO, yang digagas oleh Pemerintah melalui Bank Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian BUMN dan PT Jasa Marga. Walaupun akhirnya Pemerintah tetap memberlakukan peraturan 100% GTO, namun perjuangan ASPEK Indonesia dan KSPI telah berhasil mendapat dukungan dari berbagai pihak, antara lain Pimpinan DPR-RI, Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (LPKN), Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) dan pihak-pihak lainnya.
"Seluruh pihak dimaksud sepakat bahwa pemberlakuan 100% GTO merupakan kebijakan yang tidak tepat, karena melanggar hak konsumen untuk dapat bertransaksi menggunakan uang tunai serta berpotensi menimbulkan PHK massal yang berdampak pada pengangguran baru," ujar Said.
Saat ini terbukti bahwa pemberlakuan 100% GTO yang dikatakan oleh PT Jasa Marga akan mempercepat waktu transaksi di pintu tol dan mengurangi kemacetan di jalan tol, semuanya tidak terbukti. Faktanya kebijakan 100% GTO hanya menguntungkan korporasi perbankan dan melahirkan puluhan ribu pengangguran baru.
Said Iqbal menegaskan bahwa KSPI akan melakukan pembelaan maksimal terhadap Mirah Sumirat yang selain sebagai Presiden SK JLJ juga sebagai Presiden ASPEK Indonesia dan Wakil Ketua dari unsur serikat pekerja (mewakili KSPI) di Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional.
Said Iqbal juga menduga bahwa Direksi PT Jasa Marga dan Direksi PT JLJ sedang melakukan politik balas dendam kepada Mirah Sumirat karena berbagai sikap kritis Mirah Sumirat terhadap pengelolaan perusahaan di PT Jasa Marga dan PT JLJ. Diduga kuat ada campur tangan Direksi PT Jasa Marga yang menekan Direksi PT JLJ untuk memberikan sanksi kepada Mirah Sumirat. Direksi PT JLJ saat ini telah memberikan sanksi peringatan tertulis kepada Mirah Sumirat yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
PT Jasa Marga selaku BUMN seharusnya memberikan contoh yang baik terhadap hak kebebasan berserikat dan berkumpul serta hak mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh perundang-undangan yang berlaku.
"KSPI dengan tegas menolak sanksi peringatan yang telah diberikan oleh PT JLJ terhadap Mirah Sumirat dan meminta PT JLJ untuk tidak melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal kebebasan berserikat," tutupnya.
KSPI meminta Direksi PT JLJ untuk mencabut sanksi Surat Peringatan dan menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap Mirah Sumirat. Jika tindakan union busting dan intimidasi terhadap Mirah Sumirat masih terjadi, KSPI berjanji akan melakukan unjuk rasa di beberapa ruas pintu tol yang ada di Jabodetabek.