Suara.com - Dana Desa ternyata sudah terbukti ampuh dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan di daerah pedesaan. Sejak bergulirnya Dana Desa tiga tahun lalu, tingkat kemiskinan di desa kini turun sebesar 4,5 persen, sedangkan tingkat kesenjangan (gini ratio) di desa saat ini hanya 0,32 persen.
Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, angka penurunan kemiskinan di desa tersebut lebih tinggi dibandingkan di kota yang saat ini sebesar 4 persen, sedangkan tingkat kesenjangan (gini ratio) di kota sekarang sebesar di kota 0,407.
“Kondisi ini sudah tentu sangat menggembirakan, karena sudah sesuai dengan tujuan utama Dana desa, yakni untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Kita menyelamatkan 10 juta kemiskinan di desa. Tapi masih ada 16 juta atau 12 persen kemiskinan di desa. Masih tinggi. PR kita masih banyak. Kita wajib memastikan bahwa program (dana desa) yang baik ini terus berkelanjutan. Kami berharap, pemanfaatan Dana Desa ke depannya akan lebih baik lagi,” ujar Eko ketika dihubungi di kantornya, di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Berbagai infrastruktur yang dibangun dari dana desa, dinilai telah meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sekaligus meningkatkan aktifitas ekonomi di desa. Teknisnya, selama tiga tahun terakhir, dana desa mampu membangun lebih dari 121.000 kilometer jalan desa.
“Ini belum pernah ada dalam sejarah Indonesia. Desa mampu membangun 1.960 kilometer jembatan, tambatan perahu, embung, sarana olahraga, irigasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Desa juga mampu membangun lebih dari 291 ribu unit penahan tanah longsor. Ini belum pernah ada dalam sejarah Indonesia,” papar Eko.
Kondisi menggembirakan ini pula yang membuat pemerintah berencana untuk meningkatkan jumlah dana desa pada tahun depan. Ia memperkirakan kenaikan dana desa tahun 2019 berkisar antara Rp 75 triliun hingga Rp 80 triliun.
“Diperkirakan akan mengalami kenaikan menjadi Rp75 triliun hingga Rp80 triliun. Pada intinya, Bapak Presiden Joko Widodo ingin meningkatkan dana desa itu sendiri, sekarang tergantung pada pengelolanya (kepala desa) bagaimana kasus korupsi dana desa bisa ditekan,” ujar menteri yang merakyat ini.
Ia menjelaskan, pihaknya telah melakukan rapat dengan Menteri Keuangan dan hasilnya sepertinya menyetujui kenaikan dana desa tersebut dalam APBN 2019. Penyebabnya adalah kesiapan perangkat desa dalam mengelola dana desa yang juga naik, dan masyarakat desa juga mampu dan kemampuan keuangan negara.
Menteri Eko pun tak bosan mengingatkan agar tidak satu pun kepala desa tergoda untuk menyelewengkan dana desa. Pasalnya, jika satu persen saja kepala desa yang tergelincir maka sebanyak 750 kepala desa akan terkena kasus.
Selama satu tahun terakhir, jelas Eko, ada sekitar 900 kasus yang ditangani Satgas Dana Desa dari 74.954 desa. Kasus itu, tak kurang dari 234 kasus dana desa diserahkan ke KPK dan 167 diserahkan ke Kepolisian. Sudah 67 kasus dana desa yang divonis pengadilan. Terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi juga ikut menyelidiki penyelewengan dana desa dengan menangkap kepala desa hingga bupati di Pamekasan.
"Jangan sampai dengan adanya 67 kasus kasus dari 74.000-an (desa) ini membuat kepala desa yang benar dan yang bersih jadi takut. Selain merugikan desa setempat, hal tersebut juga akan berpengaruh pada semangat dan produktivitas desa lainnya," tegasnya.
Eko juga meminta aparat untuk tidak menyamaratakan kasus yang terjadi di seputar Dana Desa. “Kalau tidak korupsi dan hanya persoalan kesalahan administrasi, tidak boleh dikriminalisasi. Kalau dikriminalisasi, kepala desa bisa telepon ke Satgas Dana Desa di 1500040. Dalam waktu 3x24 jam kita akan kirim tim untuk advokasi dan kirim bantuan,” ujarnya.
Masalah lain yang saat ini menjadi hambatan bagi Dana Desa adalah sikap pemimpin di daerah. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tetapi kata Eko, ada beberapa kabupaten yang belum juga menyelesaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga kucuran Dana Desa menjadi terhambat.
“Kalau APBD-nya antara dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan bupati tidak ada kesepakatan, maka dana desanya pun akan jadi korban dan pembangunanannya pun tidak akan selesai,” sambungnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pihak Kemendes dibantu oleh Kemendagri sudah mengirimkan surat kepada kepala daerah untuk segera menyelesaikan peraturan bupati dan APBD-nya.
“Untuk pengawasan dana desa, kami berusaha mencari model terbaik. Kalau kami terlalu ketat, kepala desa takut. Kami sudah kerja sama dengan Kemendagri dan pihak kepolisian, karena memang bertugas mencegah penyelewengan. Ke depan, kami meminta agar adanya jadwal pengawasan agar sama-sama bekerja dengan nyaman,” tutupnya.