Suara.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta PT Freeport Indonesia menyelesaikan persoalan tenaga kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, kepentingan rakyat Papua dan juga para pekerja dari berbagai daerah di Freeport harus terakomodir dengan baik tanpa merugikan Freeport.
"Kepentingan perusahaan harus sejalan dengan kepentingan pekerja, masyarakat setempat, serta bangsa dan negara Indonesia," kata mantan Ketua Komisi III DPR melalui siaran tertulis, Kamis (8/3/2018).
Bambang meyakini Freeport mampu menyelesaikan dengan baik. DPR RI melalui Komisi IX maupun Tim Pengawas Otonomi Khusus Papua, kata dia, juga siap memfasilitasi komunikasi guna menyelesaikan masalah yang dihadapi Freeport dengan para pekerjanya.
Baca Juga: Divestasi 51 Persen Saham Freeport akan Terwujud April 2018
"Saya mengajak semua pihak, baik Freeport maupun pekerja, marilah berpegang teguh pada aturan yang berlaku. Jika komitmen terhadap peraturan ditegakkan, saya yakin semua persoalan bisa diselesaikan dan tidak akan ada yang menjadi korban," ujar Bambang.
Sebelumnya, saat bertemu dengan Bambang yang didampingi oleh Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf di DPR pada Rabu (7/3/2018) kemarin, Executive Vice President Human Resources Freeport Achmad Ardianto, menjelaskan kondisi ketidakpastian Freeport terkait kelangsungan operasi perusahaan di tahun-tahun mendatang.
Ia mengatakan, produktivitas saat ini juga terkendala karena pembatasan ekspor.
"Sebagai bagian efisiensi dalam mengelola ketidakpastian operasional, pada awal 2017 perusahaan menyiapkan rencana operasional baru yang mengharuskan 823 pekerja dirumahkan, karena posisi pekerjaan mereka dihilangkan," tutur Ardianto.
Kata dia, upaya pemberhentian 823 pekerja mendapat penolakan dari sejumlah pekerja. Efeknya, di awal April 2017 sebanyak 3.200 pekerja langsung dan 600 pekerja kontraktor berdemonstrasi dan tidak bekerja sesuai jadwal.
Baca Juga: Bambang Soesatyo Diangkat Jadi Warga Muhammadiyah, Apa Alasannya?
Demonstrasi menurutnya bukan karena gagalnya perundingan sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundangan, namun karena solidaritas.
"Perusahaan sudah berkali-kali melakukan beragam upaya menghimbau para pekerja agar kembali bekerja, baik melalui surat resmi kepada mereka, maupun berbagai cara lainnya. Seperti iklan di surat kabar, poster, surat kepada pemimpin komunitas, maupun pengumuman di masjid dan gereja," kata Ardianto.
Saat berdemonstrasi, serikat pekerja mengajukan tiga tuntutannya. Dua tuntutan disetujui perusahaan, yakni penghentian efisien pekerja dan bagi yang ingin kembali bekerja diberikan kesempatan dengan melamar posisi kontraktor sesuai rencana operasional baru.
"Tuntutan ketiga tidak disetujui oleh perusahaan, yakni pekerja yang terkena efisiensi karena melakukan demonstrasi dikembalikan bekerja tanpa diberi sanksi apapun. Karena poin ketiga ditolak perusahaan, para serikat pekerja menolak semua kesepakatan," ujar Ardianto.
Setelah upaya tersebut tak berhasil, pihak PT. Freeport pun menilai tidak kembalinya para pekerja dianggap mengundurkan diri sukarela.
"Sehingga total jumlah pekerja yang dirumahkan PT. Freeport Indonesia hingga Maret 2018 menjadi 4.909 pekerja, baik pekerja langsung dan pekerja kontraktor," kata Ardianto.