Suara.com - Kementerian Perindustrian terus mendorong industri pengolahan susu di dalam negeri agar semakin meningkatkan produktivitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik di pasar domestik maupun ekspor. Untuk itu, pengembangan industri pengolahan susu perlu dilakukan melalui program kemitraan dengan peternak sapi perah secara terintegrasi.
“Program kemitraan tersebut,diharapkan membawa multiplier effect yang akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan penyerapan tenaga kerja, sehingga mampu menyejahterakan masyarakat,” kata Menteri Peridustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian Peternakan Sapi Perah PT Greenfields Indonesia di Blitar, Jawa Timur, Selasa (6/3/2018).
Menperin memberikan apresiasi kepada PT Greenfields Indonesia yang telah berinvestasi membangun peternakan sapi perah modern dan terintegrasi, sehingga ikut pula berperan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia melalui berbagai macam produk susu olahan yang dihasilkannya. ”Kami berharap perusahaan tetap berkomitmen untuk terus meningkatkan investasi, produktivitas, perbaikan kualitas, dan metode budidaya ternak yang lebih baik,” tuturnya.
Menperin juga menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah daerah khususnya Kota Blitar yang turut mendorong penciptaan iklim usaha yang kondusif. Hal ini berdampak pada peningkatan investasi sektor industri. “Kami dengar, di sini sudah ada tiga investor, termasuk ada pabrik gula terintegrasi. Sementara itu, Greenfield menargetkan akan bangun lima pabrik lagi, setelah di Malang dan Blitar. Peluang ini perlu ditangkap, untuk menjadikan klaster industri yang terpadu,” jelasnya.
PT Greenfields Indonesia meresmikan peternakan sapi perah di Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Peternakan yang kedua ini merupakan upaya ekspansi dari peternakan Greenfields yang pertama di Babadan, Malang. Dengan mampu menampung lebih dari 10.000 ekor sapi perah di lahan seluas 172 hektar, pertenakan baru ini dianggap yang terbesar di Indonesia.
“Investasinya ini mencapai Rp612 miliar yang bermitra secara langsung dengan 250 peternak dan sebanyak 3.000 tenaga kerja tidak langsung,” ungkap Airlangga. Efek berantai ini berperan besar mendorong perekonomian nasional dan Blitar.
Pada akhir tahun 2020, peternakan ini ditargetkan mencapai kapasitas maksimum 10.000 sapi perahyang menghasilkan sebanyak 50 juta liter susu segar setiap tahun. Peternakan Greenfields yang kedua ini menggunakan teknologi terbaru, antara lain teknologi pemerah susu otomatis dengan sistemberputar, teknologi kandang sapi tertutup yang menggunakan kipas angin sistem hibrida, serta sistempencahayaan long-day untuk memaksimalkan produktivitas susu sapi.
Menurut Airlangga, pengembangan industri pengolahan susu di dalam negeri ke depannya masih cukup prospektif karena menyangkut pemenuhan kebutuhan primer manusia. Bahkan, subsektor ini juga berkontribusi penting terhadap pertumbuhan signifikan pada industri makanan dan minuman.
Hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada pada tahun 2017 yang mencapai 9,23 persen, jauh diatas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,07 persen.Di samping itu, peran subsektor industri makanan dan minuman terhadap PDB sebesar 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, sehingga menjadikannya subsektor dengan kontribusi terbesar dibandingkan subsektor lainnya pada periode yang sama.
Kurangi impor
Menperin menjelaskan, pengembangan peternakan sapi perah dapat mengurangi ketergantungan bahan baku susu impor sehingga menghemat devisa. Upaya ini dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi nasional dengan menggerakkan sektor-sektor strategis domestiksesuai amanat Nawacita. “Kami menargetkan suplai bahan baku susu segar meningkat jadi 41 persen tahun 2022, dengan kualitas semakin baik,” ujarnya.
Menurutnya, dari segi off-farm, terdapat lebih dari 60 industri pengolahan susu yang beroperasi di Indonesia. Namun saat ini ada 14 perusahaan yang telah bermitra dengan peternak sapi dalam negeri.Pasokan bahan baku susu segar dari para peternak sapi perah lokal hanya mampu mencukupi 852 ribu ton per tahun atau sekitar 23 persen, sedangkan kebutuhan bahan baku susu segar untuk industri pengolahan susu dalam negeri sebesar 3,7 juta ton pada tahun 2016.
“Karena bahan bakunya belum bisa dipasok dari domestik, sisanya masih diimpor dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat, dan butter milk powder dari berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Jadi, masih banyak ruang bagi mereka yang ingin berinvestasi untuk memperdalam struktur industri pengolahan susu di Indonesia,” papar Airlangga.
Dalam mengatasi kondisi tersebut, Menperin mengatakan, pihaknya terus mendorong industri pengolahan susu di dalam negeri untuk semakin meningkatkan komitmen investasinya. Kemenperin telah mengusulkan pemberian insentif fiskal bagi sektor-sektor industri yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga akan berkontribusi dalam menumbuhkan sektor manufaktur dan perekonomian nasional.
CEO AustAsia Dairy Group Edgar Collins mengatakan, dengan beroperasinya peternakan yang kedua ini, akan terjadi peningkatan produksi susu segar dalam negeri secara signifikan serta memperkokoh posisi Greenfields sebagai produsen susu segar nomor satu di Indonesia. “Kami juga ingin memperkenalkan praktik peternakan sapi perah moderen sebagai model untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas dari susu segar dalam negeri,” jelasnya.
Edgar Collins menambahkan, pihaknya sedang membangun Greenfields Dairy Institute Foundation yang akan melatih lebih dari 800 peternak sapi perah setiap tahunnya untuk meningkatkan keterampilan mereka agar mampu meningkatkan produktivitas. “Hal ini tentunya akan meningkatkan pendapatan mereka,” imbuhnya.
Sejak tahun 2000 Greenfields telah menjadi ekportir besar produk susu segar dari Indonesia. Saat ini sekitar 20 persen produksinya diekspor ke negara-negara seperti Hong Kong, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, Myanmar dan Kamboja.