Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengharapkan, Presiden Joko Widodo segera menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) penetapan harga batubara untuk kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).
“Saya sudah mohon kepada Presiden, karena saat ini Peraturan Pemerintah (PP) sedang disiapkan untuk diajukan kepada Presiden, jadi selama PP nya belum keluar, maka penetapan harga batubara untuk kelistrikan nasional juga belum bisa keluar. Saya belum bisa bicara apa-apa, karena belum tahu apakah Presiden setuju terhadap PP tersebut, atau masih direvisi, kita tunggu saja (keluarnya PP, red.),” kata Jonan, Selasa malam (6/3/2018).
Jonan mengemukakan, harga batubara untuk kebutuhan kelistrikan nasional, akan diatur, jelasnya tanpa merinci bagaimana isinya. Sementara ketika didesak apa isi PP nantinya, ia mengatakan, arahnya adalah bahwa untuk memenuhi kepentingan masyarakat umum, sehingga tarif yang ditetapkan, terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Sedang menjawab pertanyaan apakah tarif listrik dan BBM yang tidak naik ini sudah disetujui oleh Komisi VII DPR-RI, Jonan mengatakan, selaku pemerintah, pihaknya akan berkonsultasi dengan Komisi VII DPR-RI. Apalagi Komisi VII juga sudah mendukung tarif listrik dan BBM bersubsidi tidak naik sampai tahun 2019. Namun demikian hal ini nantinya masih akan dikonsultasikan dengan DPR, jelasnya.
Saat berbicara di floor, Jonan mengemukakan, satu-satunya alasan pemerintah memutuskan tidak menaikkan tarif sampai tahun 2019, atau kebijakan di bidang ketenagalistrikan, adalah untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Khusus menyangkut kebijakan di bidang ketenagalistrikan, selain tidak ada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL); juga pembangunan transmisi di Indonesia Timur sampai tahun 2027 disesuaikan dengan kebutuhan listrik.
Karena itu pemerintah tidak hanya berbicara dari rasio elektrifikasi, tetapi juga affordable (terjangkau) dari sisi masyarakat.
Kementerian ESDM memasang target pemerataan kelistrikan nasional (rasio elektrifikasi) mencapai 99,9% tahun 2019.
Target tersebut lebih tinggi dari yang dicanangkan sebelumnya 97,5%. Tercatat ada lebih dari 10.000 desa yang perlu diperluas jaringan listriknya. Kemudian ada 2.500 desa yang sama sekali belum teraliri listrik.
Saat ini rasio elektrifikasi dipusatkan ke daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Namun pemerataan itu harus pula disertai dengan tarif listrik yang terjangkau masyarakat. Pemerintah menetapkan tarif listrik untuk semua golongan pelanggan tidak mengalami perubahan hingga 2019.
Tahun lalu Menteri Jonan mengatakan, target rasio elektrifikasi 92,75 persen. Sedangkan realisasinya 95,35 persen atau melebihi target sekitar 4 persen.
“Saya yakin kalau speed-nya manajemen PLN tetap begini mestinya lebih. Karena target nasional di akhir 2019 hanya 97,5 persen tetapi direvisi di 99,9 persen kita coba itu. Sesuai pesan Bapak Presiden, energi harus menggunakan sila kelima yaitu berkeadilan sosial. Sebab di tahun-tahun lalu, pemerintah fokus kepada produsen, sehingga tahun ini lebih fokus kepada konsumen,” papar Jonan.
Fokus program listrik pedesaan (LISA) dan pembagian Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) tahun 2019 seluruh desa terlistriki dengan rasio elektrifikasi 99 persen.
Adapun penambahan kapasitas per jenis energi primer, bahwa sudah tidak ada penambahan PLTU batubara di Jawa, kecuali yang sudah PPA (Power Purchase Agreement). Demikian juga Pembangunan PLTU batubara di Sumatera dan Kalimantan di mulut tambang.
Strategi Pengembangan Energi Baru Terbarukan
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman dalam kesempatan sama mengemukakan, PLN telah menetapkan strategi pencapaian target rasio elektrifikasi dengan membangun dan memonitoring proyek-proyek pembangunan pembangkit transmisi, gardu induk, dan distribusi. Selain itu juga mengembangkan energi baru dan terbarukan pada system isolated.
Juga meningkatkan Rasio Desa Berlistrik (RDB) hingga 100% pada tahun 2018. Selain bekerjasama dengan pemerintah dalam program pra elektrifikasi berupa LTSHE, juga bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sementara itu Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana dalam kesempatan sama mengemukakan, distribusi energi perlu ditingkatkan guna meningkatkan rasio elektrifikasi saat ini 95% dan energi dapat dinikmati secara merata.
Harga energi harus ditekan agar terus terjangkau (affordable), di satu sisi penggunaan energi belum efisien namun potensi energi baru terbarukan yang berlimpah belum termanfaatkan secara optimum. Karena itu peran energi baru terbarukan adalah meningkatkan penyediaan energi di mana target EBT mencapai 23% tahun 2025 setara 45 GW. Selain itu juga mempercepat penyediaan akses energi modern dengan target rasio elektrifikasi 99% tahun 2019.