Suara.com - Dana Desa yang tahun ini sudah cair sejak Januari 2014 akan memberi efek ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat desa. Jumlah Dana Desa yang tahun ini mencapai Rp60 triliun diperkirakan bakal meningkatkan daya beli masyarakat desa hingga Rp100 triliun.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo menjelaskan, efek peningkatan ekonomi yang luar biasa tersebut terjadi karena adanya keharusan bagi desa untuk menggunakan Dana Desa secara swakelola.
Pemerintah, kata Eko, mulai tahun ini mengintensifkan penggunaan Dana Desa untuk program padat karya. “Jadi, Nantinya ada 30% dana desa yang dialokasikan untuk program padat karya. Jika ada Rp60 triliun alokasi dana desa, maka Rp18 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai program padat karya,” jelas Eko di kantor Kemendes, Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (3/3/2018).
Dana sebesar itu diproyeksikan akan menciptakan 5-6,6 juta tenaga kerja. "Para tenaga kerja ini akan diproyeksikan terlibat dalam berbagai proyek yang dibiaya dana desa, seperti pembuatan infrastruktur dasar hingga pengembangan empat program prioritas,” ujarnya.
Untuk program padat karya telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) dari 4 kementerian: Kementerian Keuangan, Kemendes PDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas. Dalam SKB 4 menteri tersebut, salah satu titik tekannya adalah larangan pengunaan kontraktor dalam berbagai program pembangunan di kawasan perdesaan.
Semua proyek pembangunan harus dilaksanakan secara swakelola sehingga dari tenaga kerja, pengadaan bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri.
"Jadi nanti ada 30% dari dana desa tahun 2018 atau sekitar Rp 18 triliun yang digunakan untuk program padat karya. Kami harapkan dana sebesar itu akan menyerap sekitar 5-6,6 juta tenaga kerja. Dengan demikian, akan ada peningkatan daya beli hingga hampir Rp100 triliun di kawasan perdesaan,” katanya.
Prinsip swakelola memang menjadi poin yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo dalam penggunaan dana desa. Dengan demikian, Dana Desa yang digelontorkan dari pusat benar-benar hanya berputar di desa dan tidak mengalir ke kota. Itulah sebabnya, kata Eko, pengadaan barang dan jasa di desa yang merupakan kebutuhan rutin desa harus semaksimal mungkin bisa dipenuhi sendiri di desa.
Tetapi apakah mungkin desa melakukan itu? “Sangat bisa karena pada dasarnya, pengadaan barang dan jasa di desa harus dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan material yang ada di desa semaksimal mungkin. Bukan hanya dari material saja, secara teknis pengerjaan program pembangunan di desa termasuk pengadaan ini juga bakal diprioritaskan kepada desa setempat. Artinya, pekerjaan harus dilakukan dengan SDM dari desa, pengambilan SDM atau material dari luar desa hanya bisa dilakukan jika desa benar-benar tidak memiliki sources yang dibutuhkan,” papar Eko.
Mengenai Sistem Pengadaan Barang dan Jasa sudah diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perka LKPP) No, 13 Tahun 2013 dan Perka No. 22 Tahun 2015. Di sana sudah dijelaskan mengenai pengadaan barang/jasa di tingkat desa. Tata cara atau pedoman pengadaan barang/jasa di desa yang pembiayaannya berasal dari APBDes diatur oleh Walikota atau Bupati dalam bentuk Peraturan Walikota/Bupati. Secara teknis seperti apa tahapannya?