Suara.com - Ketua Gerakan 20 Mei, Kutai Timur, Kalimantan Timur, Irwan tidak puas dengan jawaban disampikan pihak Presiden dalam persidangan pengujian Undang-Undang APBN 2018 di Mahkamah Konstitusi, pada Selasa (27/2/2018).
Irwan, dalam hal ini sebagai pihak pemohon dalam Perkara No. 5/PUU-XVI/2018 mengatakan keterangan pihak Presiden tentang pemotongan atau penundaan transfer anggaran ke daerah, tidak memiliki dasar hukum dan tidak jelas sebabnya.
"Jika penerimaan negara tak cukup, tapi kenapa di berbagai tempat Presiden menjelaskan uang negara cukup sehingga ada pembangunan infrastruktur dimana-mana. Artinya, kita memiliki cukup anggaran," kata Irwan melalui siaran tertulis, Rabu (28/2/2018).
Sebelumnya, keterangan Presiden yang dibaca Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Putut Harisatyaka mengatakan tindakan pemotongan/penundaan transfer anggaran ke daerah selama ini merupakan tindakan efisiensi agar keuangan negara tetap sehat. Sebab, realisasi penerimaan tidak mencukupi sehingga dilakukan penyesuaian.
Jika terdapat tindakan penundaan oleh pemerintah pusat, maka hak daerah tidak akan hilang atau hangus. Namun tetap menjadi hak daerah dan akan dianggarkan untuk disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
Selain itu, pemotongan/penundaan anggaran ke daerah juga merupakan mekanisme kontrol terhadap daerah dan merupakan sanksi bagi daerah yang tidak memenuhi kewajibannya.
Mengenai pemotongan/penundaan adalah bentuk sanksi, pada faktanya, lanjut Irwan, daerah-daerah yang dipotong atau ditunda anggarannya tidak pernah mendapatkan sanksi dari pemerintah pusat.
"Begitu pun dengan penjelasan mengenai hak daerah akan disalurkan kembali pada tahun berikutnya, hal tersebut juga tidak terjadi. Jadi apa yang diterangkan oleh Presiden di dalam persidangan tidak memiliki dasar hukum, mengada-ada dan tidak didukung fakta," tutur Irwan.
Lebih lanjut, Irwan mengatakan pemerintah pusat hanya melihat dan menempatkan daerah sebagai penghasil dan mesin produksi untuk uang Negara. Namun abai terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, bahkan lupa dengan kepentingan daerah.
Padahal, lanjut Irwan, telah ada kesepakatan bersama mengenai otonomi daerah di dalam UUD 1945.