Suara.com - PT Regio Aviasi Industri (RAI) menyatakan saat ini mengembangkan Pesawat Turboprop R-80 yang nantinya setelah diproduksi dapat dikembangkan untuk keperluan lainnya, salah satunya pesawat patroli maritim.
Direktur Utama PT RAI Agung Nugroho di Jakarta, Jumat (23/2/2018), mengatakan saat ini perusahaan mengembangkan Pesawat R80 berpenumpang 80 orang sebagai angkutan udara komersial, namun tidak menutup kemungkinan dapat dirancang untuk misi lain, seperti untuk patroli oleh TNI Angkatan Udara.
"Pesawat penumpang yang bisa menjadi 'platform' (dasar) untuk beberapa misi, bisa bikin full penumpang, full kargo, setengah penumpang dan setengah kargo, bisa sebagai maritim patrol untuk patroli udara, jadi 'submarrine killer'," kata Agung.
Agung menyebutkan saat ini RAI sudah menyelesaikan desain konseptual yang menjadi dasar untuk pengerjaan selanjutnya yang lebih rinci.
Menurut dia, desain konsep yang dibuat harus terdefinisi dari segi ketangguhan pesawat hingga kisaran harga dan "maintenance" pesawat.
RAI sudah menyelesaikan fase pertama, yaitu Preliminary Design & feasibility pada 2016 dan sudah mendapatkan order sebanyak 155 pesawat.
Pemesanan pesawat berpenumpang 80 orang tersebut terdiri atas NAM Air sebanyak 100 unit; Kalstar 25 unit, Trigana Air 20 unit dan Aviastar 10 unit. Harga per unit pesawat sebesar 25 juta dolar AS.
Saat ini RAI mengerjakan fase kedua, yaitu Full Scale Development yang direncanakan selesai 2025, di mana 2022 akan dilakukan terbang perdana. Kemudian pada fase ketiga, yaitu Serial Production akan dimulai tahun 2025, dimana RAI akan mulai menyerahkan pesawat untuk pelanggan.
Sementara itu, Komisaris PT RAI Ilham Habibie mengatakan keunggulan R80 yang menggunakan baling-baling ini lebih hemat dari segi penggunaan bahan bakar sekitar 10-20 persen daripada pesawat jet.
Meskipun tidak secepat pesawat jet, pesawat turboprop R80 ini dinilai cocok untuk penerbangan domestik antarpulau di Indonesia dan tidak membutuhkan landasan yang terlalu panjang sehingga bisa mendarat di bandara kecil.
"Kecepatan tidak jadi soal karena ini digunakan untuk rute-rute ke kota kecil dan menengah, yang tidak terlalu padat dan jarak di antara dua kota tersebut tidak terlalu jauh," kata Ilham. (Antara)