Harga Jual Batubara Dalam Negeri Harus Sesuai Prinsip Berkeadilan

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 22 Februari 2018 | 07:17 WIB
Harga Jual Batubara Dalam Negeri Harus Sesuai Prinsip Berkeadilan
Ilustrasi pertambangan batubara. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mantan anggota tim reformasi tata kelola migas Fahmy Radhi mengatakan penetapan harga jual batu bara dalam negeri melalui domestic market obligation (DMO) harus berkeadilan sesuai prinsip berbagi keadilan.

"Prinsipnya menerapkan share gain and share pain atau berbagi keuntungan dan juga beban antara pengusaha batu bara dengan pemerintah dan PLN," kata Fahmy, di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Fahmy menyatakan, usulan DMO menggunakan batas atas dan batas bawah, baik yang diajukan oleh PLN atau Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI), sebenarnya merupakan solusi terbaik untuk berbagi, ketimbang harus menerapkan perhitungan berdasarkan besar biaya (cost) ditambah dengan margin (keuntungan).

"Ini dilakukan sebagai cara mencegah terjadi proses kebangkrutan PLN, dengan harga batu bara yang dijual di luar PLN dan diekspor 75 persen ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar. Pengendalian harga batu bara itu merupakan jalan tengah mengurangi beban PLN dengan sedikit mengurangi pendapatan pengusaha batu bara sejak bulan Agustus 2017 telah menikmati keuntungan winfall profit, akibat kenaikan harga batu bara," ujarnya pula.

Dalam beberapa tahun terakhir harga batu bara di pasar internasional terus melambung. Kondisi ini dirasakan tidak mudah bagi PT PLN (Persero) yang sebagian besar pembangkitnya menggunakan batu bara.

Pada 2016, harga batu bara mencapai Rp630.000/ton, lalu naik menjadi Rp853.000/ton tahun berikutnya. Inilah yang menyebabkan biaya penyediaan tenaga listrik PLN membengkak sekitar Rp16,18 triliun pada 2017.

Saat ini pemerintah sedang menyusun formula baru untuk menentukan Tarif Dasar Listrik (TDL). Selama ini komponen untuk menyusun TDL adalah berdasarkan inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Padahal, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar batu bara. Karena itu, di tengah upaya pemerintah mengkaji perubahan acuan tarif, sehingga hal ini perlu diwaspadai, karena harga acuan batu bara justru cenderung meningkat, seperti juga kenaikan harga produk pertambangan yang lain.

"Seharusnya PLN menaikkan tarif tenaga listrik atau TTL, namun mengingat dampaknya akan sangat terasa pada inflasi yang akan menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok, dan juga pasti akan membebani masyarakat dengan daya beli rendah, maka saya menduga sampai tahun 2019, tarif tenaga listrik masih stabil," kata Fahmy.

Tren Harga Batu Bara Tren kenaikan harga batu bara sepertinya akan terus berlanjut. Pada Januari 2018, harga batu bara berkalori 6.322 naik lagi ke posisi 95,54 dolar AS per ton atau lebih dari Rp1.297.000 per ton.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI