BJB Syariah: Industri Keuangan Syariah di Indonesia Potensial

Rabu, 21 Februari 2018 | 13:35 WIB
BJB Syariah: Industri Keuangan Syariah di Indonesia Potensial
Aset Bank BJB tembus 13 besar nasional. (Sumber: istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Bank BJB Syariah, Indra Falatehan, menilai, masa depan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia cerah dan berpotensi menjadi lokomotif ekonomi nasional. Indra mengemukakan, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi industri perbankan syariah maupun keuangan berbasis syariah.

"Indonesia memiliki potensi besar, karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk beragama, terutama Muslim. Industri keuangan syariah semakin hari akan semakin baik, namun secara market share menjadi masalah karena kami melawan sesuatu yang bergerak," ujarnya di Bandung, dalam keterangan pers, Senin (19/2/2018).

Geliat ekonomi berbasis syariah di Indonesia sendiri, saat ini terus memperlihatkan tren positif. Otoritas jasa keuangan mencatat, hingga akhir 2017, penyaluran biaya perbankan syariah tumbuh 15,75 persen secara tahunan, dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mencapai 20,54 persen.

Adapun dari sisi aset, perbankan syariah menunjukan peningkatan yang cukup signifikan, yakni mencapai 19,79 persen. Angka tersebut berada di atas tingkat pertumbuhan aset perbankan konvensional yang hanya sebesar 11,20 persen.

Namun secara garis besar, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia belum sesuai dengan harapan dan potensi yang ada. Hal tersebut tercermin dari market share keuangan syariah Indonesia yang masih relatif kecil, yakni hanya berkisar di angka 5 persen.

Angka tersebut berada jauh di bawah negara mayoritas Muslim lainnya, seperti Uni Emirat Arab dengan 19,6 persen, Malaysia yang mencapai 23,8 persen, dan Arab Saudi 51,1 persen.

Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Artinya, pemeluk Islam di Indonesia mewakili nyaris 11 persen dari total populasi Muslim dunia.

Sebuah potensi yang seharusnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi syariah nasional.

Menurut Indra, salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah adalah dengan melakukan konversi antara perbankan syariah dengan konvensional.  Pendirian Bank BJB Syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. pada 20 Mei 2000.

Tujuan pendirian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jabar yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan jasa perbankan syariah pada saat itu.

Setelah 10  tahun operasional Divisi/Unit Usaha Syariah, manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. berniat mempercepat pertumbuhan usaha syariah dan mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan share perbankan syariah. Tujuan tersebut kemudian didukung dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk., yang memutuskan untuk menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.

Langkah serupa diikuti oleh beberapa BPD lain, salah satunya Bank Aceh yang melakukan konversi menuju syariah pada 2016. Konversi tersebut terbukti baik, karena kini dapat meningkatkan pertumbuhan laba Bank Aceh.

"Tahun ini ada Bank NTB yang akan konversi dengan syariah. Saya lihat (konversi) paling mungkin dilakukan, namun perlu adanya dorongan besar dari pemerintah," ujar Indra.

Tahun ini, Bank BJB Syariah menargetkan penyaluran kredit sebesar Rp5,4 triliun. Optimisme tersebut lahir berkat adanya potensi pasar syariah di Jabar yang dinilai besar, terlebih Jabar menjadi daerah dengan basis jamaah haji terbesar di Indonesia.

Bahkan angka pemberangkatan haji dan umrah terus memperlihatkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Celah tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh bank syariah.

Sementara di level nasional, ekonomi syariah diprediksi akan mengalami pertumbuhan signifikan pada 2018. Hal ini terjadi karena terjadinya kelebihan likuiditas yang dialami perbankan.

"Itu akan meningkatkan perkembangan ekonomi syariah, terutama di funding. Namun penyaluran dan pendanaan masih akan melihat dari apa yang terjadi di triwulan satu tahun 2018," ujar Ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi.

Selain itu, sistem syariah berperan besar dalam laju ekonomi Indonesia terkait perkembangan sektor riil. Sistem syariah menolak adanya bunga bank atau riba, sehingga dana yang dikelola akan dimanfaatkan pada sektor riil. Ini mendorong adanya investasi luar negeri, terutama negara Timur Tengah.

"Saya optimistis, perbankan syariah akan membaik sejalan dengan peningkatan ekonomi Indonesia. Potensi Indonesia sangat kuat kalau melihat pertumbuhan DPK. Meski lambat tapi terus terjadi peningkatan," ujar Acuviarta.

Konsep ekonomi syariah sebenarnya telah hadir dan mulai diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sejak hampir tiga dekade lalu. Tepatnya ketika perbankan syariah pertama, yakni Bank Muamalat yang berdiri pada 1991.

Lalu konsep syariah mulai membuka mata masyarakat Indonesia pada 1998. Ketika itu, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang membuat banyak perusahaan mesti gulung tikar.

Beberapa kalangan meyakini bahwa krisis terjadi lantaran konsep ekonomi konvensional begitu mengutamakan sistem bunga sebagai instrumen profit, sementara ekonomi syariah sangat berbeda dengan konsep kapitalis maupun komunis.

Ekonomi syariah berpihak pada keadilan dan menolak segala bentuk perilaku seperti riba maupun spekulasi yang tidak pasti.

Fase pencerahan ekonomi syariah kemudian hadir ditandai dengan diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 1998 mengenai arahan pemerintah kepada bank konvensional untuk membuka divisi atau melakukan konvergensi dengan sistem perbankan syariah.

Terbaru, pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dipimpin oleh Presiden Indonesia Joko Widodo pada 2016. KNKS bertujuan untuk mengembangkan potensi dan menjawab tantangan ekonomi syariah di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI