IGJ: Sejumlah Perjanjian Perdagangan Bebas Berpotensi Langgar UUD

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 16 Februari 2018 | 11:37 WIB
IGJ: Sejumlah Perjanjian Perdagangan Bebas Berpotensi Langgar UUD
Ilustrasi perdagangan bebas. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia for Global Justice (IGJ)—lembaga riset independen mengenai keadilan perekonomian global—mengingatkan bahwa perdagangan internasional yang diberlakukan secara sepihak tanpa adanya konsultasi dengan perwakilan rakyat, bisa melanggar konstitusi.

Peneliti Departemen Riset dan Advokasi IGJ Rahmat Maulana Sidik, seperti diberitakan Antara, Kamis (15/2/2018), menyatakan ada sejumlah perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang disahkan tanpa melalui persetujuan DPR.

Padahal, perjanjian FTA tersebut berdampak sangat luas terhadap kehidupan rakyat, dan bahkan mengharuskan adanya proses harmonisasi terhadap regulasi nasional.

"Selama ini, proses perundingan FTA selalu tertutup, tidak melibatkan publik, dan tidak transparan mengenai apa-apa saja yang dirundingkan. Ibaratnya beli kucing dalam karung," kata Rahmat Maulana.

Baca Juga: Pianis Reza Syafri Gelar Konser Bertajuk Romantic Schizoprenic

Selain itu, ujar dia, DPR selama ini hanya disodorkan hasil dari proses perundingan dan tinggal memberikan stempel saja.

Padahal, lanjutnya, seharusnya wakil rakyat dilibatkan dalam mengawasi serta mengkritisi isi teks perundingan selama melakukan perundingan.

Ia juga mencontohkan dampak dari Perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), masyarakat tidak tahu kapan disahkan tetapi aturannya langsung terasa dalam kehidupan.

"Seperti soal makin derasnya produk impor masuk ke Indonesia, kolapsnya industri lokal dan pelaku usaha kecil akibat kalah bersaing, masuknya tenaga kerja asing, dan sebagainya," tambah Maulana.

Dia juga mengingatkan, beberapa contoh perjanjian kerja sama yang disahkan melalui keputusan presiden maupun peraturan presiden, bisa menumbulkan ekses bagi kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Xpander Dongkrak Penjualan Mitsubishi pada Tahun 2017

Ia mencontohkan, Perjanjian Perdagangan antara ASEAN dan China yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 48 Tahun 2004; ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) 2009 yang diratifikasi Indonesia pada tahun 2010 dengan Peraturan Presiden No 2 Tahun 2010; serta, ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) tahun 2009 yang diratifikasi Indonesia pada tahun 2011 dengan Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2011.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta agar perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) antara Indonesia dengan sejumlah negara bisa segera direalisasikan.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung setelah rapat terbatas bertema Peningkatan Investasi dan Peningkatan Ekspor yang dipimpin Presiden Jokowi di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (31/1), mengatakan Presiden telah meminta sejumlah jajarannya untuk segera merampungkan proses perundingan FTA dengan sejumlah negara.

"Diperintahkan ke Mendag, Menko Perekonomian untuk FTA, dan PTA segera diselesaikan. Free trade agreement-nya segera diselesaikan," katanya.

Menurut Pramono Anung, hal itu terutama untuk FTA dengan negara-negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.

Selain soal FTA, Presiden Jokowi juga memerintahkan kepada seluruh menteri untuk melakukan deregulasi peraturan terkait investasi dan ekspor.

Selama ini dinilai masih terlalu banyak persoalan di Indonesia terkait regulasi yang justru membuat Indonesia tidak fleksibel dalam hal investasi dan ekspor.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI