FSP BUMN Sebut Kebijakan Impor Beras Sangat Rawan Penyimpangan

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 15 Februari 2018 | 19:11 WIB
FSP BUMN Sebut Kebijakan Impor Beras Sangat Rawan Penyimpangan
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, di Jakarta, Jumat (28/4/2017). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, mengatakan bahwa  kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki persoalan serius. Kebijakan tersebut rawan terjadinya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Sebanyak 500 ribu ditugaskan pada Bulog  dimana mulai dari proses tender dan penentuan pemenang tender impor beras ke Bulog sangat rawan terjadi praktek kolusi dan nepotisme," kata Arief saat dihubungi Suara.com, Kamis (15/2/2018).

Arief mengkritik seharusnya pemerintah  belajar dari kasus impor gula yang dilakukan oleh Bulog dan menimbulkan kasus korupsi yang berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Seperti dalam kasus Irman Gusman yang mengalihkan kuota impor gula dari Jakarta ke Sumatera Barat," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut menegaskan periswita ini bisa terjadi pula nantinya dalam kasus kuota impor beras. Banyak modus operandi dalam impor beras pada masal lalu untuk mendapatkan fee impor bagi oknum pejabat yang berhubungan dengan kuota impor beras. Dalam proses tender impor beras biasanya ada bagian fee dari para pemenang tender kepada pejabat pejabat yang menentukan dan memilih importir yang memenangkan tender impor beras tersebut.

"Biasanya negara yang dijadikan vehicle untuk menampung hasil fee impor beras dan gula itu Singapura. Sebab KPK tidak bisa sampai tangannya ke KPK. Baru setelah itu mereka berbagi fee di Singapore dengan cara membuka no rekening bank di Singapore alias disimpan di Singapura," ujarnya.

 Ia menilai dari 21 perusahaan yang mendaftar untuk melakukan impor beras ke Indonesia, sebayak 11 perusahaan ditetapkan lolos. Perusahaan tersebut berasal dari empat negara produsen beras yaitu, Vietnam, Thailand, India, dan Pakistan.

Usai penetapan itu akan dilakukan tawar menawar harga. Disinilah menurut Arief, sangat rawan terjadinya suap ketika terjadi proses tawar menawar harga saat tender impor beras.

Oleh sebab itu FSP BUMN mendesak KPK untuk mengawasi secara intensive proses tender impor beras oleh Bulog. Karena kemungkinan bisa saja terjadi suap pada pejabat Bulog berupa bagian fee kepada pejabat yang berhubungan dan penentu pemenang tender impor beras.

"Jangan sampai impor beras akan seperti impor gula yang diindikasikan dan tertangkap KPK dalam aksi suap menyuap untuk pembagian kuoatanya," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI