Ahmad menjelaskan, jurnalis di media asing harus orang yang telah memiliki pengalaman beberapa tahun di media nasional.
Ia menyebutkan, beberapa media di Indonesia memberikan upah untuk jurnalis pemulanya berkisar dari Rp3,1 sampai Rp6,4 juta per bulan. Tetapi kebanyakan media mengupah jurnalisnya sekitar Rp4 juta.
Tidak hanya itu, banyak perusahaan media, yang memberikan gaji pada wartawannya dibawah Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 sebesar Rp3,35 juta per bulan, atau UMP Jakarta 2018 sebesar Rp3,64 juta per bulan.
Selain gaji kecil, banyak perusahaan media yang mempekerjakan jurnalisnya di atas delapan jam, tanpa pernah mendapat uang lembur.
Baca Juga: Inul dan Syahrini 'Perang' di Medsos?
"Artinya, jurnalis dibayar rendah, jam kerja panjang, dan tanpa ada kompensasi apa pun atas kelebihan jam kerja," katanya.
Menurut AJI Jakarta, jurnalis yang memperoleh upah secara layak bisa bekerja profesional dan tidak tergoda menerima amplop yang merusak independensi jurnalis dan media. Dengan begitu, upah layak akan meningkatkan mutu produk jurnalisme.
"Upah kecil kerap menjadi pemicu jurnalis menerima sogokan dari narasumber. Ini berbahaya bagi masa depan jurnalisme dan masa depan demokrasi di Indonesia karena berita yang dihasilkan dari jurnalisme amplop berpotensi menjadi racun bagi kebebasan pers," kata Nurhasim.
Cuti Haid dan Ruang Laktasi
Koordinator Survei Upah Layak AJI Jakarta, Hayati Nupus, menambahkan, besaran upah layak tersebut diperoleh dari hasil survei sejumlah kebutuhan jurnalis di Jakarta.
Baca Juga: Perempuan-Perempuan Pengasong di Laga Indonesia vs Islandia
AJI Jakarta menghitung besaran tersebut berdasarkan 37 komponen dari 5 kategori, yaitu pangan, tempat tinggal, sandang, dan kebutuhan lain seperti pulsa, internet dan cicilan laptop.