"Kementerian ESDM telah memberikan hak 100 persen sahamnya kepada Pertamina pada tahun 2015 , kemudian oleh Elia Masa Manik (Direktur Utama PT Pertamina) dengan mekanisme "b to b" mengubah kebijakan 'share down' saham Pertamina dari 30 persen akhirnya menjadi 39 persen itulah Pertamina 'zaman now'," katanya Ia berpendapat kebijakan Pertamina ini pantaslah dicurigai oleh publik bahwa ada kepentingan lain dan tentu model pengelolaan energi seperti ini dalam perspektif ketahanan energi nasional tidak akan ditemukan di berbagai negara lain, hanya dilakukan Pertamina.
Penilaian ini didasari bahwa saat Indonesia sudah krisis energi, karena volume impor minyak jauh lebih besar dari volume minyak yang dihasilkan oleh Pertamina ditambah minyak dan gas bagian negara di KKKS. Selain itu,untuk memenuhi kebutuhan kilangnya sendiri Pertamina lebih mudah dan murah membeli minyak mentah dari negara di Timur Tengah dan Afrika Barat daripada membeli minyak milik bagian perusahaan asing KKKS dari hasil di perut bumi Indonesia.
"Sangat keliru kalau ada yang mengatakan perusahaan Prancis 'menangis'. Sesungguhnya kalau kita mau jujur dengan akal sehat dan hati nurani, malah pendiri bangsa kita yang menangis melihat kebijakan yang dibuat oleh direksi Pertamina masih memberikan peluang besar kepada perusahaan asing di saat cadangan migas kita boleh dikatakan sudah kritis. Bahkan bisa dikatakan inilah kutukan untuk bangsa kita yang salah mengelola sumber daya alamnya," kata Yusman.
Ia mencontohkan bahwa kebijakan tersebut adalah lebih ingin membagi risiko potensi kegagalan dan butuh banyak dana segar bisa jadi karena pemerintah sering menahan dana subsidi BBM yang sudah mencapai Rp50 triliun dengan alasan perlu verifikasi dulu seperti dikemukakan oleh Menteri keuangan Sri Mulyani.
Baca Juga: Kebijakan Share Down Saham Pertamina di Blok Mahakam Dikritik
Di sisi lain perlu diketahui blok Mahakam adalah blok produksi dengan ribuan lubang sumur, sehingga data sumur yang lengkap itu digabungkan dengan data data seismik telah memberikan gambaran lebih detail bentuk geometri tiga dimensi karakteristik reservoir beserta besaran volume kandungan hidrokarbonnya lebih akurat berupa minyak, gas dan kondensat, sehingga risiko kegagalannya sangat minimal sepanjang tidak ada gangguan struktur akibat tektonik yang bisa menyebabkan kandungan hidrokarbon itu migrasi, dan kawasan Kalimantan sangat relatif aman dari pengaruh teknonik.
Mengingat pengalaman Pertamina mengelola di berbagai blok migas cukup berhasil, kemudian 97 persen sumber daya manusia yang selama ini aktif mengembangkan blok Mahakam bersama Total Indonesia sudah berkomitmen bergabung dibawah Pertamina Hulu Mahakam, maka alasan ancaman turunnya produksi setelah dikelola oleh Pertamina adalah alasan yang terlalu prematur. (Antara)