HIPMI Sebut 142 Proyek Pembangkit Listrik EBT Mangkrak

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 27 Desember 2017 | 13:18 WIB
HIPMI Sebut 142 Proyek Pembangkit Listrik EBT Mangkrak
Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak di Bogor, Jawa Barat, yang berkapsitas 180 Megawat. Fasilitas ini memperkuat sistem kelistrikan PLN Jawa-Bali (Antara/Adimaja).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebanyak 142 proyek energi baru dan terbarukan (EBT) senilai Rp1,17 triliun yang dikerjakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mangkrak. Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan banyak pembangkit listrik EBT yang rusak dan terbengkalai setelah dibangun. 

Wakil Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Yaser Palito dalam keterangannya di Jakarta hari ini meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dan menindaklanjuti laporan BPK tersebut. “Ada baiknya KPK mengusut kasus ini. Sebab ini masalah APBN yang nilainya tidak kecil. Potensi penyimpangannya sangat besar,” ujar Yaser di Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Dikatakannya, kebijakan EBT dalam beberapa tahun terakhir semakin tidak jelas. Regulator dan PT PLN terlalu ambisius membangun dan mengoperasikan sendiri EBT ditengah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sangat terbatas. Akibatnya, sejak dari hulu, regulasi EBT sudah carut-marut.

“Perencanaan pun tidak matang, tapi program dan proyek tetap jalan sehingga terbengkalai paska pembangunan pembangkit,” ujar Yaser.

Baca Juga: Wamen ESDM akan Tinjau Aturan Jual Beli Listrik EBT

Yaser mengatakan, banyak pembangkit tersebut dibangun asal-asalan. Bahkan ada pembangkit yang hanya sehari beroperasi, besoknya langsung rusak.  Sebab itu, banyak Pemerintah Daerah yang enggan menerima pembangkit yang langsung rusak tersebut.

”Tidak sepenuhnya Pemda dipersalahkan, sebab ini barang sejak dibangun sudah rusak. Disisi lain, Pemda tidak punya kapasitas untuk mengoperasikan pembangkit. Dia musti cari pihak ketiga,” ucap dia.

 Oleh sebab itu, sejak awal HIPMI berpandangan pemerintah tidak perlu membangun sendiri pembangkit dan mengoperasikannya sendiri. ESDM sebaiknya menyerahkan kepada swasta, sehingga pemerintah masih punya anggaran yang cukup untuk membangun transmisi di daerah-daerah. “Coba kalau dana Rp1 triliun itu dipakai untuk bangun transmisi, swasta yang bangun pembangkitnya,” ucap Yaser.

HIPMI Desak KPK Usut Mangkraknya Proyek Pembangkit Listrik

Agar masalahnya menjadi terang benderang, Hipmi mendesak KPK untuk mengusut masalah ini dan tidak terulang lagi pada pembangkit lainnya. KPK juga perlu mengevaluasi kebijakan ESDM yang dinilai tidak efisien memanfaatkan APBN dan mengerdilkan peran swasta. “Yang mesti diwaspadai, potensi mangkraknya pembangkit-pembangkit lainnya akan membesar, bila regulasi berubah-ubah terus dan tidak rasional secara bisnis,” ujar Yaser.

Baca Juga: Indonesia dan Prancis Sepakat Bangun Tiga Pembangkit Listrik EBT

Yaser mengatakan, banyak produk regulasi saat ini yang dikeluarkan Kementerian ESDM yang tidak dipikirkan secara matang. Padahal, regulasi sebelumnya misalnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 19 Tahun 2015sangat kondusif bagi investasi kelistrikan.  Namun pasca Permen tersebut, setelah berganti Menteri, terbit Permen-Permen tanpa kajian dan mengalami berbagai revisi (trial and error) setelah diprotes keras oleh IPP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI