Catatan Perjalanan Ekonomi RI Selama Tiga Tahun Era Jokowi - JK

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 26 Desember 2017 | 13:55 WIB
Catatan Perjalanan Ekonomi RI Selama Tiga Tahun Era Jokowi - JK
Presiden Jokowi meresmikan jalan tol Surabaya - Mojokerto di Jawa Timur. [Dok Jasa Marga]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tahun 2015 adalah masa yang obyektif dapat dinilai setahun capaian pemerintahan Presiden Joko Widodo, sebab masa Tahun 2014 masih separuh lebih adalah kinerja pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Pertumbuhan Ekonomi yang dicapai pada masa setahun Presiden Joko Widodo memimpin hanya dapat dicapai sebesar 4,79 persen adalah pencapaian TERENDAH selama masa 6 tahun terakhir, sementara itu pada Tahun 2016 pertumbuhan ekonomi tercapai hanya sebesar 5,02 persen saja berdasar data Badan Pusat Statistik yang sudah dipublikasikan.

Artinya, dari tahun 2015-2016 hanya terdapat kenaikan angka relatif pertumbuhan ekonomi sebesar 0,23 persen, tidak sampai perempatan dari 1 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 sampai dengan Kuartal II hanya mencapai sebesar 5,01 persen dan punya potensi untuk angka tahunan kami perkirakan tak lebih dari sebesar 5,02 persen.
Jumlah kemiskinan pada Tahun 2015 adalah sejumlah 28,51 juta atau sebesar 11,22 persen, sedangkan pada Tahun 2016 jumlah kemiskinan mencapai 27,76 juta atau sebesar 10,7 persen.

Terdapat penurunan angka kemiskinan sebesar 0,32 persen dibandingkan dengan Tahun 2015. Artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 0,23 persen menurunkan angka kemiskinan hanya sebesar 0,32 persen saja atau sejumlah 360.000 orang berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Pada Tahun 2017 sampai dengan bulan Maret 2017 jumlah kemiskinan mencapai angka 27,77 juta atau ada kenaikan sebesar 100 ribu jiwa walaupun secara relatif menurun menjadi 10,64 persen yang berarti menunjukkan terjadinya adanya kontribusi dari kenaikan jumlah penduduk.

Jumlah pengangguran dari total angkatan kerja sebesar 122,4 juta jiwa di Indonesia pada Tahun 2015 adalah sebesar 7,6 juta orang atau sebesar 6,2 persen juga angka pengangguran terburuk selama 3 tahun terakhir. Sedangkan pada Tahun 2016 total angkatan kerja menjadi 127,8 juta jiwa dan angka pengangguran adalah sejumlah 7,02 juta orang atau sebesar 5,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dari kenaikan angka angkatan kerja yang mencapai 5,4 juta orang atau sebesar 9,5 persen, pemerintah hanya mampu mengatasi pengangguran hanya sebesar 0,7 persen saja dari tahun sebelumnya.

Baca Juga: 2 Januari 2018, Jokowi Resmikan Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta

Pada Tahun 2017 (bulan Maret) jumlah angkatan kerja total sudah mencapai 131,55 juta sedangkan angka pengangguran mencapai 7,01 juta orang atau sebesar 5,33 persen, mengalami penurunan sejumlah 100 ribu orang tetapi dengan adanya lonjakan angkatan kerja yang besar.

Ketimpangan pendapatan masih menjadi isu utama yang samgat krusial, walau pemerataan pembangunan infrastruktur yang mengatasi isu politik dan permasalahan Pulau Jawa dan Luar Jawa diatasi. Rasio gini Indonesia, yaitu besaran relatif ketimpangan pendapatan atas Produksi Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan pada Tahun 2015 adalah sebesar 0.41 poin, maka pada Tahun 2026 turun menjadi 0,39 poin atau berkurang jarak ketimpangan sebesar 0,01 poin saja. Sedangkan pada Tahun 2017, rasio gini Indonesia tak bergeser dari angka 0,39 poin.

Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada Tahun 2015 adalah sebesar Rp4.192 triliun berdasarkan data Bank Indonesia. Pada Tahun 2016 posisi Utang Luar Negeri Indonesia telah meningkat menjadi Rp4.347 triliun atau naik sejumlah Rp155 triliun atau sebesar 3,56 persen. Sedangkan pada Tahun 2017, posisi Utang Luar Negeri Indonesia telah menjadi Rp4.478 triliun atau naik lagi sejumlah Rp131 triliun.

Posisi Utang Luar Negeri yang setiap tahun meningkat dan kontribusi PDB yang stagnan mengindikasikan tak berjalannya roda perekonomian seperti yang diharapkan Presiden secara meroket walau telah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi.

Alokasi anggaran infrastruktur pada Tahun Anggaran 2015 adalah sebesar Rp290 triliun disebut sebagai alokasi terbesar sepanjang 10 tahun terakhir. Anggaran infrastruktur terbesar lainnya di atas Rp200 triliun teralokasi pada Tahun 2014 sejumlah Rp206,6 Trilyun. Pada Tahun 2016 alokasinya menjadi Rp313 triliun atau naik sejumlah Rp23 triliun dibanding alokasi Tahun 2015. Sementara anggaran infrastruktur Tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 387,3 Trilyun atau naik sejumlah Rp 74,3 Trilyun, meningkat 3 (tiga) kali lipat dari Tahun 2016. Rencananya alokasi anggaran infrastruktur ini pada Tahun Anggaran 2018 pada RAPBN akan dinaikkan lagi menjadi Rp 409 Trilyun.

Kita menyayangkan alokasi anggaran yang tak masuk akal ini masih belum memberikan daya ungkit (leverage) selama 3 (tiga) tahun, tetapi tahun berikutnya juga mau ditambah lagi.

Baca Juga: Lewat Twitter, Jokowi Sampaikan Selamat Natal

Ekonomi Konstitusi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI