Migrant CARE Sebut Nasib Buruh Migran Sepanjang 2017 Masih Suram

Senin, 18 Desember 2017 | 13:30 WIB
Migrant CARE Sebut Nasib Buruh Migran Sepanjang 2017 Masih Suram
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi joget bareng TKI di acara kongres ke III Diaspora Indonesia [suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Realitas ini memperlihatkan bahwa kebijakan pelarangan penempatan buruh migran adalah kebijakan yang selain berpotensi melanggar HAM (terutama hak bermobilitas dan hak bekerja), juga berpotensi membuka ruang terjadinya praktek perdagangan manusia dengan memanfaatkan banyaknya keinginan untuk tetap bekerja di wilayah yang dilarang.

"Kawasan Timur Tengah memang merupakan kawasan yang belum ramah bagi buruh migran, namun moratorium ataupun penghentian permanen bukan satu-satunya jalan keluar penyelesaiannya," urainya.

Tingginya permintaan agar buruh migran Indonesia bisa bekerja lagi disana harus dijawab dengan keberanian untuk mendesak dan menuntut agar negara-negara tujuan buruh migran di Timur Tengah bersedia membuat bilateral agreement mengenai perlindungan (terutama) PRT migran dan mengakhiri praktek perbudakan yang ada dalam kaffala system.

Kawasan perairan (selat, laut dan samudra) juga kerap jadi wilayah kerentanan bahkan kuburan bagi buruh migran Indonesia. Di perairan Selat Malaka kerap terjadi kecelakaan maut yang dialami oleh kapal-kapal pengangkut buruh migran Indonesia, baik untuk tujuan ke wilayah Indonesia maupun wilayah Malaysia.

Baca Juga: Hindari Calo TKI, Pemerintah Sempurnakan Program Desmigratif

"Ini akibat dari tingginya biaya pemrosesan dokumen yang menyatu dengan biaya pengangkutan/transportasi untuk proses amnesti (6P). Pilihan melalui jalur laut merupakan pilihan beresiko," kata tutupnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI