Suara.com - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) sebagai induk organisasi dari Serikat Pekerja XL Axiata (SPXL) meminta Direktur Utama PT XL Axiata untuk tidak lagi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan sepihak kepada pekerjanya. Hal ini disampaikan secara tegas oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia setelah mendapatkan informasi bahwa selama tahun 2017 ini PT XL Axiata, operator selular swasta yang populer dikenal sebagai "Si Biru" ini, telah melakukan PHK massal sebanyak lebih dari 200an karyawannya.
"Bahkan di balik cerita PHK massal tersebut, Direksi PT XL Axiata juga patut diduga telah melakukan upaya pemberangusan serikat pekerja (union busting) terhadap keberadaan serikat pekerja yang ada di XL Axiata," kata Mirah di Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Salah satu indikasinya adalah dijadikannya pengurus aktif, Zulkarnain, yang menjabat Wakil Presiden Serikat Pekerja XL Axiata sebagai target PHK sepihak oleh manajemen. Zulkarnain masih menolak untuk di-PHK sepihak dan untuk itu SPXL serta ASPEK Indonesia saat ini masih melakukan advokasi terhadap kasus dugaan union busting ini. Beredar pula informasi bahwa penolakan atas PHK sepihak yang dilakukan oleh Zulkarnain telah membuat dirinya mengalami berbagai ancaman yang dimaksudkan agar Zulkarnain menerima keputusan PHK sepihak dari manajemen tersebut.
"Jika Zulkarnain tetap menolak maka perusahaan akan melakukan PHK sepihak pertanggal 31 Desember 2017," ujarnya.
Baca Juga: ASPEK Tuding Bank Danamon Lakukan Pemberangusan Serikat Pekerja
Mirah Sumirat mengingatkan Direktur Utama dan manajemen PT XL Axiata untuk tidak arogan dan menghindari terjadinya PHK massal apalagi terindikasi union busting, sebagaimana diamanatkan dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Jika PHK massal dan sepihak serta union busting masih terus terjadi maka PT XL Axiata benar-benar tidak menghargai hukum yang berlaku di Indonesia, dan karenanya ASPEK Indonesia akan melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan hak kebebasan berserikat ini.
"Bahkan tidak menutup kemungkinan ASPEK Indonesia akan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor pusat PT XL Axiata dan Bursa Efek Indonesia," tegas Mirah.
Anwar Faruq selaku Presiden SPXL, saat dikonfirmasi membenarkan adanya PHK massal sebanyak lebih dari 200 orang di PT XL Axiata. Anwar juga membenarkan bahwa Wakil Presiden SPXL saat ini diancam PHK sepihak oleh manajemen dan masih menolak PHK tersebut. Anwar menilai alasan yang disampaikan oleh manejemen hanyalah alasan normatif, bahwa tidak ada posisi/tempat dalam organisasi baru untuk Zulkarnain.
"Alasan manajemen XL Axiata sangat tidak sejalan dengan kenyataan yang ada, mengingat ada beberapa posisi dalam organisasi baru yang masih vacant baik itu karena belum terisi maupun akan resign, serta ada 100 orang anggota kami yang lain yang bersedia untuk bertukar posisi dengan rekan kami tersebut," katanya dalam kesempatan yang sama.
Namun manajemen PT AX Axiata tetap akan melakukan PHK terhadap Zulkarnain. SPXL menilai tidak ada upaya dari manajemen untuk mencarikan posisi kosong tersebut. Justru rekan SPXL berusaha sendiri mencari posisi kosong yang dimaksud.
PT XL Axiata melakukan transformasi organisasi dengan alasan persaingan bisnis dan perubahan ke era digital yang terjadi pada Industri Telekomunikasi di Indonesia. Salah satu dampak dari transformasi organisasi ini adalah PHK massal karyawan.
Baca Juga: Aspek Sindir Negara Berperan Jadi 'Sales' e-Money Perbankan
Transformasi organisasi di PT. XL Axiata sudah dimulai sejak awal Oktober 2017. Sejak awal rencana transformasi organisasi yang akan dilakukan oleh Manajemen PT. XL Axiata, karyawan yang diwakili oleh SPXL sudah memperingatkan kepada manajemen bahwa PHK yang akan dilakukan tidak boleh sepihak dan memaksa, apalagi melihat kinerja perusahaan yang tergolong masih sangat baik (berdasarkan laporan kinerja kuartal II dan III 2017), artinya hal ini tidak sesuai dan melanggar UU Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, dimana PHK adalah sesuatu yang harus dihindari oleh perusahaan, pun jika tidak bisa dihindari harus dalam kondisi tertentu menurut Undang Undang Ketenagakerjaan.