Suara.com - Pembentukan holding badan usaha milik negara industri pertambangan dengan PT. Indonesia Asahan Aluminium sebagai induknya diresmikan pada 27 November 2017.
Hal tersebut ditandai dengan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tiga perusahaan BUMN yakni PT. Antam Tbk, PT. Bukit Asam Tbk, dan PT. Timah Tbk menyepakati perubahan Anggaran Dasar Perseroan di Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Pembentukan holding BUMN tambang ditandai dengan penandatanganan akta pengalihan saham seri B oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Dengan persetujuan tersebut, pengalihan saham seri B yang dimiliki negara dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. sebesar 65 persen, PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. sebesar 65,02 persen, PT. Timah Tbk. sebesar 65 persen, serta 9,36 persen saham PT. Freeport Indinesia resmi beralih kepada PT. Inalum (Persero) sebagai penambahan penyertaan modal negara ke dalam modal perseroan.
Rini mengatakan proses pembentukan holding -- sudah lama dimulai dengan penyerahan roadmap pengembangan BUMN oleh Kementerian BUMN ke Komisi VI DPR pada akhir 2015 -- akhirnya selesai.
“Pekan lalu juga sudah dilakukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Antam, Bukit Asam, dan Timah secara bersamaan dengan agenda melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan RI kepada Inalum (Persero) yang sahamnya 100 persen dimiliki negara,” kata Rini.
Rini menambahkan proses pembentukan holding sudah melalui mekanisme. Komunikasi dengan Komisi VI, rapat dengar pendapat, rapat kerja, dan focus group discussion.
Meskipun status berubah, ketiga anggota holding tetap diperlakukan sama dengan BUMN, terutama untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Dengan demikian, negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan, baik secara langsung melalui saham dwi warna, maupun tidak langsung melalui Inalum seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016.
“Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait dengan DPR apabila akan diprivatisasi. Perubahan nama dengan hilangnya persero juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya.
Saat ini, tiga BUMN pertambangan berada di luar 10 besar perusahaan pertambangan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Asia Pasifik (di luar perusahaan-perusahaan Cina). Bukit Asam berada diperingkat 18, Antam di peringkat 20, sementara Timah diperingkat 38. Kondisi ini akan berubah saat pembentukan holding BUMN pertambangan.
Dalam jangka pendek, holding baru tersebut akan melakukan serangkaian aksi korporasi. Di antaranya, pembangunan pabrik smelter grade Alumina di Mempawah, Kalimantan Barat, dengan kapasitas sampai dengan dua juta ton per tahun, pabrik Ferro Nickel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun, dan pembangunan PLTU di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang sampai dengan 1.000 megawatt.
Dalam jangka menengah, holding tambang akan melakukan akuisisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi hingga akhirnya memiliki size sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam Fortune 500 Global Company.