Suara.com - Daya saing menjadi faktor maha penting dalam pertumbuhan ekonomi sebuah negara, termasuk Indonesia. Terlebih di tengah era globalisasi saat ini, daya saing menjadi kunci sebuah negara untuk mampu berkompetisi dengan negara lain.
Untuk memperkuat daya saing, penguatan logistik merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan. Kinerja logistik suatu negara dalam mendukung perdagangan, baik domestik maupun internasional sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Saat ini sektor logistik sudah dianggap sebagai salah satu pilar pertumbuhan ekonomi nasional.
Sayangnya, harus diakui bahwa kondisi logistik di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Pengertian logistik sendiri adalah bagian dari manajemen rantai pasok yang menangani arus barang, arus informasi dan arus uang secara aman, efektif dan efisien mulai dari titik asal sampai dengan titik tujuan melalui serangkaian proses pengadaan, penyimpanan, transportasi, distribusi dan pelayanan pengantaran sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen.
Mengacu laporan Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan tentang Kinerja Logistik Indonesia 2016, sistem logistik yang efisien dan berkinerja baik merupakan faktor kunci dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian Popescu dan Sipos (2014) yang mencoba menganalisis hubungan antara kinerja logistik dengan PDB di 28 negara Uni Eropa. Penelitian tersebut dalam analisnya menggunakan dua indikator, yaitu Logistics Performance Index (LPI) tahun 2007 - 2014 dengan data PDB per kapita pada tahun yang bersangkutan.
Baca Juga: Pengamat Kritik Penataan Logistik Nasional Tak Memuaskan
Hasil analisis dengan model ekonometri menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara LPI dan PDB per kapita di negara-negara Uni Eropa. Negara-negara dengan PDB per kapita yang rendah cenderung mempunyai kinerja logistik yang rendah dan masih memerlukan perbaikan pada aspek pembentuk kinerja logistik dalam LPI.
Kinerja Logistik Indonesia
Pada tahun 2013, Bank Dunia bekerjasama dengan Pusat Kajian Logistik ITB telah melakukan kajian terkait biaya logistik di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata biaya logistik Indonesia selama tahun 2004-2011 mencapai 26,64 persen dari PDB. Dari biaya logistik tersebut, komponen biaya angkutan memberikan kontribusi terbesar (12,04 persen dari PDB), sedangkan komponen biaya administrasi memberikan kontribusi terendah (4,52 persen dari PDB) dan kontribusi biaya persediaan berada di urutan menengah (9,47 persen dari PDB). Biaya angkutan didominasi oleh angkutan darat (72,21 persen); angkutan kereta api (hanya 0,51 persen) memberikan kontribusi terendah, sedangkan biaya persediaan didominasi oleh biaya penyimpanan/holding cost (49,37 persen).
Berdasarkan hasil survei LPI 2016, skor dan peringkat LPI Indonesia kembali mengalami penurunan dibandingkan dengan penilaian pada periode sebelumnya di tahun 2014. Walaupun penurunan skor dan peringkat LPI 2016 tidak setajam penurunan di tahun 2010, turunnya peringkat Indonesia dalam survei LPI 2016 menunjukkan logistik masih menjadi persoalan yang serius. Dari 160 negara yang disurvei, Indonesia mendapatkan peringkat ke-63 dengan skor 2,98, mengalami penurunan dibandingkan hasil survei periode sebelumnya di tahun 2014, di mana saat itu Indonesia mendapatkan peringkat ke-53 dengan skor 3,08.
Penurunan skor LPI Indonesia terjadi pada hampir semua komponen, kecuali Pengiriman Internasional dan Pencarian Barang. Dari enam komponen skor LPI Indonesia 2016, tiga komponen (kompetensi jasa logistik, pencarian barang, dan ketepatan waktu) mempunyai skor di atas 3 dan tiga dimensi lainnya (kepabeanan, infrastruktur, dan pengiriman internasional) di bawah 3 (supplychainindonesia.com, 2016). Adapun nilai terendah terjadi pada komponen infrastruktur yang menandakan bahwa kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur merupakan salah satu penghambat efisiensi logistik dan daya saing di Indonesia. Infrastruktur memang menjadi salah satu masalah mendasar di Indonesia, terutama menyangkut jumlah, kapasitas, dan penyebarannya (supplychainindonesia.com, 2016).
Baca Juga: Pengungsi Gunung Agung Tembus 134 Ribu Jiwa, Logistik Cukup
Pemerintah Luncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V