Suara.com - Bank Dunia menyebut, reformasi tata kelola migrasi bagi pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, akan meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi TKI.
"Reformasi kebijakan dan program migrasi akan memaksimalkan kesejahteraan dan mengurangi risiko bagi pekerja migran dari yang sudah ada selama ini," kata Rodrigo A. Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, saat memberikan pengantar seminar "Pekerja Global Indonesia: Antara Peluang dan Risiko", sekaligus peluncuran hasil studi Bank Dunia Indonesia's Global Workers: Juggling Opportunities and Risks, di Jakarta, Selasa (28/1/2017).
Hasil studi tersebut menyarankan agar pemerintah Indonesia menjadikan migrasi pekerja menjadi sebuah sektor profesional dan modern yang setara dengan sektor ekonomi lainnya, dan menyertakan migrasi pekerja internasional ke dalam strategi penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.
Data Bank Dunia menyebutkan, pada 2016, lebih dari sembilan juta warga Indonesia bekerja di luar negeri, atau hampir mencapai tujuh persen angkatan tenaga kerja Indonesia. Di tahun yang sama, pekerja migran mengirim remitansi lebih dari Rp118 triliun (US$ 8,9 miliar) kembali ke Indonesia, atau sekitar satu persen dari total PDB Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M Hanif Dhakiri menyatakan, pemerintah terus berupaya mengurangi risiko bagi pekerja migran Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kompetensi dan perlindungan.
"Migrasi adalah hak setiap warga negara. Pemerintah berkewajiban memfasilitasi dengan baik. Mengelola migrasi secara profesional dapat membantu pekerja migran mendapatkan akses pekerjaan yang baik dan melindungi dari," kata Menaker.
Dari aspek perlindungan, lanjutnya, pemerintah telah membuat berbagai kemajuan dalam sistem migrasi yang aman, cepat, transparan dan terintegrasi. Bulan lalu, DPR RI juga telah mengesahkan Undang-undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Indonesia juga mendorong terciptanya konsensus perlindungan pekerja migran di tingkat ASEAN. Pemerintah juga meluncurkan program pemberdayaan TKI dan keluarganya melalui program Desa Migran Produktif (Desmigraif) pada desa yang menjadi kantong pengiriman TKI.
Selain perlindungan, pemerintah juga meningkatkan kompetensi TKI. Dengan kompetensi yang baik, pekerja migran juga dapat mengakses pekerjaan yang lebih baik.
Menaker juga mengajak masyarakat untuk melihat isu pekerja migran secara objektif, bahwa pemerintah terus melakukan perbaikan. Hal ini berdampak pada menurunnya kasus yang dialami TKI, misalnya kekerasan, pelecehan, gaji tak dibayar dan sebagainya.
Melalui pembicaraan bilateral dengan negara penerima TKI, pemerintah juga terus berupaya agar TKI tidak mendapatkan beban kerja berlebihan
Berikut adalah rekomendasi yang dihasilkan studi Bank Dunia terkait tata kelola pekerja migran Indonesia:
1. Menciptakan lapangan kerja profesional dengan memperkuat keterampilan pekerja migran sebagai tanggapan terhadap tuntutan dan standar di luar negeri, serta meningkatkan transparansi pasar kerja luar negeri;
2. Mempermudah dokumentasi dan proses sebelum keberangkatan;
3. Meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja di luar negeri melalui perjanjian hukum bilateral yang mengikat dan meningkatkan peran atase tenaga kerja di negara tujuan;
4. Mempertahankan manfaat migrasi dan remitansi dengan memfasilitasi reintegrasi para pekerja migran ke pasar tenaga kerja lokal dan mendorong investasi jangka panjang, seperti dalam sektor pendidikan dan kesehatan;
5. Meningkatkan koordinasi antar institusi yang terlibat dalam proses migrasi.