Suara.com - Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, Abdillah Ahsan, mengakui industri rokok memiliki kontribusi dalam perekonomian Indonesia. Namun ia mengingatkan klaim ini hendaknya berbasis fakta yang valid dan tidak berlebih-lebihan.
"Kita harus memakai data yang resmi dari Badan Pusat Statistik," kata Abdillah kepada Suara.com di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/11/2017).
Menurutnya, jika mengacu data BPS, jumlah pekerja di industri rokok berkisar antara 300 ribu hingga 400 ribu orang. Sementara petani tembakau berjumlah 600 ribu orang dan petani cengkeh mencapai 1 juta orang.
"Jadi jumlah pekerja yang terlibat langsung dengan industri rokok sekitar 2 juta orang. Seringkali industri rokok melebih-lebihkan jumlah tersebut. Misalkan pedagang yang bergerak di sektor ritel, dia kan jualan banyak barang, tidak hanya rokok. Seringkali industri rokok mengklaim mereka sebagai penjual rokok," ujarnya.
Baca Juga: Pengamat: Para Perokok Berhenti Buang Uang untuk Industri Rokok
Abdillah menegaskan bahwa jumlah total petani tembakau sebetulnya sangat kecil di Indonesia. Tak lebih dari 1 persen dari total jumlah petani secara keseluruhan.
Selain itu, dari total 35 provinsi yang ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya ada lima provinsi yang terdapat pabrik rokok. Hanya Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Masih ada 30 provinsi lain di Indonesia yang perekonomiaannya tidak tergantung pada industri rokok, tapi terkena dampak buruknya.
Ditambah lagi, pertanian tembakau hanya ada di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Bahkan tidak semua kabupaten di tiga provinsi tersebut terdapat pertanian tembakau.
"Jadi perekonomian Indonesia tidak tergantung kepada industri rokok. Kita jangan melebih-lebihkan seolah perekonomian Indonesia tergantung kepada industri rokok," tutupnya.
Baca Juga: Kebijakan Baru Cukai Rokok 2018 Dikritik, Ini Kelemahannya