Atasi Kesenjangan, RI Ajukan Role Model Pembangunan Ekonomi

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 17 November 2017 | 09:10 WIB
Atasi Kesenjangan, RI Ajukan Role Model Pembangunan Ekonomi
Anindya N Bakrie dampingi Presiden Jokowi di Manila, Filipina. [Dok ABAC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Indonesia dalam KTT ASEAN Summit ke-31 di Manila Filipina kembali membawakan isu pentingnya role model pembangunan ekonomi untuk pengentasan kesenjangan, yang merupakan kelanjutan dari pembahasan forum APEC Business Advisory Council (ABAC) Dialog dengan dan APEC Leaders pada KTT APEC ke-25 di Da Nang, Vietnam pada 10-12 Novermber lalu. Presiden Joko Widodo mengedapankan isu pemberdayaan ekonomi di setiap daerah sebagai salah satu upaya mengatasi kesenjagan tersebut.

“Presiden Joko Widodo terus memperjuangkan isu kesenjangan dalam diplomasi international yang melibatkan 21 pimpinan negara APEC tsb, melihat bahwa kesenjangan ekonomi ini terjadi dimana-mana, bukan hanya pada negara berkembang, melainkan juga pada negara maju. Indonesia sangat baik dijadikan role model dari berbagai pencapaiannya terutama 3 tahun terakhir ini,” ujar ketua ABAC Indonesia Anindya Novyan Bakrie dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/11/2017).

Selama ini baik negara-negara anggota ASEAN maupun APEC mengalami pertumbuhan trade dan investment yang cukup pesat, namun isu mengenai kesenjangan ekonomi masih terjadi di negara-negara tersebut. Sehingga Presiden menggarisbawahi bahwa apapun yang akan dilakukan haruslah menyoroti kesenjangan yang terjadi termasuk cara menanggulanginya.

Dibutuhkan suatu ekuilibrium yang bisa menyelaraskan antara growth and equity, sehingga tercipta ekonomi berkeadilan; dimana Pemerintah Indonesia telah merampungkan berbagai ‘inclusive growth’ program nya selama ini, yaitu antara lain:

1. Program dana desa dan penguatan kelembagaan dana desa. Pemerintah bukan hanya mendistribusikan dana desa senilai Rp 800 juta per desa namun juga memperdayakan dana tersebut sebagai cash for work, oleh karena desa adalah entitas terkecil penggerak ekonomi bangsa. Pada tahun 2017 ini total dana desa mencapai Rp60 triliun.
2. Program UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Pemerintah memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada para pelaku UMKM untuk menurunkan angka kesenjangan ekonomi yang terjadi. Plafon KUR pada 2017 ini ditetapkan sebesar Rp.106,2 triliun.
3. Program digital economy (ekonomi digital). Pemerintah Indonesia melihat bahwa digital ekonomi tidak hanya menciptakan innovative growth namun juga membawa dampak disruptif terhadap kondisi yang sudah mapan sebelumnya. Pemerintah harus mengambil posisi yang tepat dalam memfasilitasi transformasi yang tidak selalu mulus dengan tetap memprioritaskan pembangunan inklusif, berkelanjutan, dan penciptaan kesempatan kerja yang produktif.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trumph dalam pidatonya saat KTT APEC di Da Nang menyampaikan apresesianya kepada Indonesia atas kemampuan mengentaskan kesenjangan hingga menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat di G-20.

Selain isu Kesenjangan, Presiden Joko Widodo mengangkat pula isu Ekonomi Maritim (maritime economy), dimana kedepannya, ekonomi maritim haruslah menjadi salah satu sektor yang diandalkan dalam pembangunan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Terlebih lagi dua per tiga wilayah APEC dan ASEAN adalah perairan, dan ini mirip dengan Indonesia.

Ekonomi maritim (maritime economy) memberikan dampak efektif pada konektivitas yang berpengaruh terhadap biaya tranportasi atau pengiriman menjadi lebih murah, dan juga berdampak pada aqua culture, yakni pemberdayaan iklim lingkungan laut agar dapat berkembang.

“Sama seperti dalam pertemuan KTT APEC di Da Nang Vietnam kemarin, Presiden Joko Widodo melihat bahwa perairan menjadi salah satu sektor ekonomi yang sangat penting. Terlebih lagi 7 negara ASEAN merupakan anggota dari APEC. Sehingga usulan ini bisa menjadi role model pada ASEAN Summit ke-31 di Manila Filipina,” jelas Anindya.

Beberapa dasar pemikiran Presiden Joko Widodo itu, menjadi visi dasar perjuangan ABAC Indonesia pada APEC pasca 2020, agar ekuilibrium antara pertumbuhan perekonomian dan keadilan tercipta bagi seluruh negara di Asia Pasifik sebagaimana landasan kerja sama KTT APEC Bogor Goals 1994 lalu.

Anindya Bakrie selaku ketua ABAC Indonesia yang mendampingi Presiden Joko Widodo pada KTT APEC di Da Nang, ikut merumuskan berbagai pembahasan yang menjadi isu penting bagi Indonesia tersebut, pada pertemuan ABAC yang telah berlangsung sebelumnya pada 5-8 Nomber 2017, hingga berlanjut pada pembahasan di KTT ASEAN Summit ke-31 di Manila, Filipina.

APEC yang didirikan pada 1989, pada tahun ini memasuki fase finalisasi “Bogor Goals” mengenai liberalisasi perdagangan dan investasi pada tahun 2020, dimana Indonesia diharapkan untuk dapat terus berkontribusi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI