Suara.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Islamic Development Bank serta Sekretariat Regional Plan of Action for Responsible Fishing Practices including Combating Illegal Unreported and Unregulated Fishing (RPOA-IUU) menggelar Workshop on Review of the Implementation of National Plan of Action to Prevent and Combat Illegal, Unreported and Unregulated Fishing di Bali, pada 15-16 November 2017.
Workshop berskala internasional tersebut dihadiri oleh perwakilan dari beberapa negara seperti Australia, Bangladesh, Malaysia, Mozambique, Pakistan, Papua Nugini, Somalia, Thailand, Timur Leste, dan Indonesia.
Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hadijanto, dalam pembukaan workshop menyampaikan bahwa IUU fishing bukan hanya permasalahan bagi Indonesia, namun merupakan permasalahan serius di banyak negara lainnya yang harus diatasi bersama. Untuk mencegah IUU fishing, negara-negara harus bekerja sama satu sama lain dengan berpedoman terhadap peraturan-peraturan di negaranya maupun peraturan internasional.
Baca Juga: Menaker: Industri Perikanan Harus Sejahterakan Nelayan
Selanjutnya, Rifky menyampaikan bahwa FAO sebagai badan yang menangani pangan dan pertanian dan merupakan badan yang berada langsung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menerbitkan kode etik perikanan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF) pada tahun 1995.
Untuk mengimplementasikannya, FAO kemudian mengembangkan rencana aksi internasional untuk mencegah dan mengurangi IUU Fishing (International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing/IPOA-IUU Fishing).
“IPOA-IUU fishing merupakan rencana aksi global yang didesain untuk mencegah bahaya kerusakan sumber daya perikanan akibat IUU fishing dan membangun kembali sumber daya perikanan yang telah rusak,” kata Rifky.
Menurutnya, untuk meningkatkan peran negara-negara dalam pemberantasan IUU fishing tersebut, FAO juga mengajak negara-negara anggota untuk merumuskan rencana aksi nasional pemberantasan IUU fishing atau National Plan of Action on IUU Fishing (NPOA-IUU).
Selain itu, sebagai komitmen dalam pencegahan dan pengendalian IUU fishing di kawasan, negara-negara diharapkan mempromosikan beberapa inisiatif dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional-nya dalam pencehagan dan pemberantasan IUU Fishing.
Baca Juga: Gandeng JICA, KKP Perkuat Infrastruktur Kelautan Perikanan
“Untuk itu, Indonesia bekerja sama dengan IDB menginisiasi kegiatan workshop untuk mendorong negara-negara di kawasan lebih fokus dalam pemberantasan IUU Fishing, melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional-nya,” ujarnya.
Rifky menambahkan, saat ini NPOA-IUU telah dikembangkan oleh berbagai negara dalam ragam yang berbeda, berdasarkan isu dan tantangan di negaranya masing-masing. Untuk itu, workshop tersebut diharapkan dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi negara-negara peserta dalam menyusun NPOA yang lebih baik, sehingga turut serta memberantas IUU Fishing di level negara yang bersangkutan maupun di kawasan global.
IDB mensponsori partisipasi 11 negara anggota dalam workshop ini sebagai bagian dari program Reverse Linkages, sebuah mekanisme Kerja sama Selatan-Selatan. Di sanalah negara-negara anggota IDB berbagi pengetahuan, teknologi ,dan sumber daya untuk membangun kapasitas mereka sendiri dan merumuskan solusi untuk pembangunan yang mandiri berdasarkan prinsip saling menguntungkan, berbasis program, dan berorientasi pada hasil.
Para negara anggota yang berpartisipasi diharapkan dapat mendapatkan manfaat dari dari proses belajar dan berbagi pengetahuan dalam workshop evaluasi ini dan mampu mempercepat implementasi NPOA-IUU di negara masing-masing.
Rifky menegaskan pentingnya kerja sama bilateral maupun multilateral dalam pemberantasan IUU Fishing yang secara nyata telah berdampak besar terhadap kelestarian sumber daya dan pencegahan kerusakan lingkungan. “Pemberantasan IUU Fishing tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, namun harus dilakukan secara bersama-sama,” katanya.