Suara.com - Penataan ulang skema pengadaan dan distribusi obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional mendesak dilakukan karena banyak masalah yang muncul. Masalah yang muncul, antara lain kualitas pelayanan relatif rendah, kekosongan stok obat tertentu, perlakuan diskriminatif, ketidaktransparan penentuan harga obat, ketidakmerataan layanan, hingga masalah defisit keuangan yang terus membengkak.
“Banyak muncul keluhan di masyarakat tentang kekosongan pasokan obat tertentu karena perencanaan yang kurang baik dari program JKN,” kata Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies Luthfi Mardiansyah dalam diskusi dengan topik perlukah ditata ulang skema pengadaan obat JKN dan distribusi obat di Jakarta, Jumat (10/11/2017).
Permasalahan pengadaan dan distribusi obat dalam program JKN menimbulkan persepsi bahwa kualitas program itu rendah.
Defisit pendanaan program JKN, kata dia, membuat pembayaran klaim di rumah sakit menjadi mundur, dampak pembayaran ke distributor obat menunggak.
“Ini seperti lingkaran setan yang perlu diputus agar dapat diperbaiki secara menyeluruh,” kata dia.
Tim Market Access International Pharmaceutical Manufacturers Group Dono Widiatmoko menambahkan tantangan pelaksanaan JKN, antara lain penghitungan kebutuhan obat tidak akurat.
Dampaknya, industri farmasi kesulitan untuk menghitung harga dan menyiapkan produksi.
“Harga Perkiraan Sendiri yang ditetapkan pemerintah tidak transparan dan nilainya terlalu rendah. Di sisi lain, disinyalir ada perusahaan yang sengaja menurunkan harga obatnya agar menang tender namun kemudian tidak dapat memenuhi kebutuhan program JKN,” katanya.
Dono menyoroti perencanaan proses lelang yang tidak terencana baik. Idealnya, lelang obat dilaksanakan jauh hari sebelum masa tayang e-catalog dimulai. Tahun lalu saja proses lelang hingga kontrak pengadaan obat di program JKN mundur dari Januari hingga April, ini menyebabkan kekosongan stok obat di rumah sakit.
“Kekosongan pasokan obat dapat sewaktu-waktu terjadi di daerah karena pemenang tendernya hanya satu perusahaan. Di sisi lain, jadwal tender juga tidak tepat waktu,” paparnya.