Pengamat: Persaingan Pertamina dengan Vivo Langgar Aturan

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 07 November 2017 | 18:48 WIB
Pengamat: Persaingan Pertamina dengan Vivo Langgar Aturan
SPBU milik Vivo di Cilangkap, Jakarta Timur. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, pada bulan Oktober lalu telah meresmikan sebuah Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) milik swasta bernama VIVO yang menjual 3 (tiga) jenis bahan bakar. Salah satunya adalah RON 88 dengan harga jual Rp6.550 per liter (Harga SPBU Pertamina non Jawa, Madura, Bali Rp 6.450).

SPBU VIVO ini dikelola oleh PT. Vivo Energy Indonesia sebuah perusahaan swasta yang mungkin bermitra dengan salah satu perusahaan dalam negeri yang sebelumnya bernama PT. Nusantara Energy Plant Indonesia (NEPI) menjual Premium jenis RON 89 dengan harga Rp 6.100 per liter. Perusahaan ini kemudian melakukan perubahan nama melalui SK Menkumham AHU- 0002674.AH.01.02 Tahun 2017, dan juga telah memperoleh izin prinsip dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perubahan penanaman modal asing melalui keputusan nomor 3859/1/IP-PB/PMA/2017.

"Apa sebenarnya dasar hukum yang menjadi pijakan diberikannya izin beroperasi SPBU VIVO tersebut? Padahal Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 jelas menunjuk bahwa untuk Premium RON 88,89 dan yang sejenisnya pemerintah memberikan otoritas penugasan khusus untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali kepada BUMN PT. Pertamina," kata Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori saat dihubungi Suara.com, Selasa (7/11/2017).

Substansi Perpres 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yaitu mengatur penyediaan bahan bakar jenis RON 88 yang seharusnya hanya boleh beredar untuk wilayah khusus dan tertentu ditujukan untuk mendukung kebijakan politik Presiden, yaitu BBM satu harga. Bahkan ketentuan mengenai harga dasar untuk menetapkan harga jual eceran BBM yang terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi dan biaya penyimpanan serta marjin terdapat dalam pasal 14 (ayat 2) Perpres tersebut.

Baginya, kehadiran pelaku usaha baru yang merupakan pesaing BUMN Pertamina juga tak akan ada masalah secara internal karena berbagai keberhasilan aksi korporasi di sektor minyak dan gas bumi di dalam dan luar negeri pun mampu ditorehkannya. "Masalahnya kemudian adalah jika persaingan yang terjadi tidak mengikuti ketentuan yang telah diberlakukan (rule of the games). Dalam kasus VIVO yang menggunakan merek produk REVO untuk Premium RON 88 ini adalah dipasarkannya di wilayah yang menurut ketentuan Perpres No 191 Tahun 2014 tidak diperbolehkan atau dilarang," jelasnya.

Dengan menjual harga Premium RON 88 di wilayah Jawa, Madura dan Bali pun VIVO memperoleh keuntungan beban biaya yang lebih ringan (tak menanggung beban subsidi) dan pangsa pasar (segmented) yang lebih besar. Sebaliknya Pertamina masih menanggung beban subsidi dan biaya logistik di wilayah non Jawa, Madura dan Bali serta wilayah khusus penugasan satu harga. Dalam Perpres juga disebutkan bahwa jenis BBM tertentu itu terdiri dari minyak tanah (kerosene), dan minyak solar (gas oil), sedangkan BBM jenis khusus penugasan adalah, jenis bensin atau premium (gasoline) RON 88 untuk didistribusikan di seluruh wilayah Indonesia kecuali di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.

"Artinya, setiap badan usaha yang melakukan penyediaan dan pendistribusian di 6 (enam) wilayah tersebut melanggar ketentuan ini," jelasnya.

Sesuai kontitusi, seharusnya pihak Kementerian ESDM dan BUMN mestinya pro aktif dalam bertindak untuk mengatasi permasalahan ini.

Dengan demikian, Kementerian ESDM dan BUMN tak dicurigai oleh publik justru menjadi otoritas yang tak berperan apalagi melindungi tegaknya Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang merupakan perintah Presiden. Kehadiran VIVO jelas mencederai prinsip-prinsip tersebut, dan untuk itu perlu segera ditangani Pemerintah supaya tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari.

Apabila Premium jenis RON 88,89 dan sejenis termasuk dalam kategori BBM Umum, maka sebaiknya Pertamina yang harganya lebih mahal tidak diperkenankan untuk memperjualbelikannya sehingga konsentrasi lebih diarahkan untuk mensukseskan BBM satu harga di wilayah luar Jawa, Madura dan Bali. Sebab potensi kerugian untuk menutup biaya produksi dan harga pokok penjualan bagi Pertamina yang bersaing dengan VIVO yang menjual lebih murah akan semakin terbuka.

"Sebaiknya Kementerian ESDM dan BUMN memperhatikan dengan sungguh-sungguh dampak yang akan ditimbulkan pada BUMN strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak ini," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI