Hari ini masyarakat di dunia termasuk Indonesja tengah dihebohkan dengan adanya sebuag dokumen yang diberi nama 'Paradise Papers'. Dokumen ini berisi daftar nama orang-orang yang diduga diam - diam memiliki investasi di luar negeri, di negara yang selama ini dikenal sebagai surga pajak. Dalam laporan tersebut memuat 13,4 juta dokumen yang mengungkap orang penting pengguna perusahaan cangkang (offshore) di luar negeri.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan meneliti secara detail nama-nama yang ada dalam laporan tersebut.
“Kalau ada WNI, terus ada hubungannya dengan perpajakan, ya kami gunakan kerja sama internasional," kata Ani saat ditemui di Jakarta, Senin (6/11/2017).
Baca Juga: Heboh 'Paradise Papers', Inilah Janji Ditjen Pajak
Namun, Ani belum bisa menjelaskan detail langkah yang akan ditempuh pemerintah kepada WNI yang nantinya ada dalam daftar tersebut.
“Yang pasti kita koordinasi dengan Internaisonal dulu. Lalu kita akan telusuri laporan itu untuk meningkatkan basis data perpajakan (tax based) Indonesia,” katanya.
Dalam laporan tersebut ada tiga tokoh asal Indonesia masuk dalam daftar Paradise Papers, yakni putra dan putri mantan presiden Soeharto, yakni Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek Soeharto dan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, serta Prabowo Subianto.
Tommy, yang merupakan pimpinan Humpuss Group, pernah menjadi direktur dan bos dewan Asia Market Investment, perusahaan yang terdaftar di Bermuda pada 1997 dan ditutup pada tahun 2000.
Dalam catatan ICIJ, terdapat alamat yang sama untuk Asia Market dan V Power, perusahaan yang terdaftar di Bahama dan dimiliki Tommy Suharto dan memiliki saham di perusahaan mobil mewah Italia Lamborghini, menurut catatan Securities and Exchange Commision.
Menurut data Appleyby, firma hukum di Bermuda, ada sebuah informasi menyangkut keberaaaan perusahaan patungan di Bermuda antara cabang Humpuss dan NLD, perusahaan iklan Australia.
Baca Juga: Komitmen Presiden Jokowi Dituntut untuk Bongkar 'Paradise Papers'
Menurut laporan setempat pada 1997, perusahaan patungan itu membuat Tommy Suharto dan mitranya dari Australia mendirikan bisnis papan reklame pinggir jalan di Negara Bagian Victoria, Australia, Filipina, Malaysia, Myanmar dan Cina. Perusahaan itu ditutup di Bermuda pada 2003 dan dicatat di Appleby sebagai "pengemplang pajak."