Suara.com - Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menjual bahan bakar minyak (BBM) murah dengan kadar oktan 88, seharusnya didorong beroperasi di wilayah terpencil.
"Itu akan seiring dengan program pemerintah yang memiliki kebijakan BBM satu harga. Masyarakat di daerah terpencil jauh lebih membutuhkan karena infrastruktur SPBU yang masih sedikit," kata Tulus, Sabtu (4/11/2017).
Dia mengatakan, BBM bermutu rendah dengan kadar oktan 88 tidak seharusnya dijual di kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Apalagi, pemerintah memiliki peta jalan pengurangan konsumsi oktan 88 untuk mengurangi produksi karbon.
Rencana harga jual Rp6.100 per liter yang lebih murah daripada Premium yang dijual SPBU Pertamina, juga tidak layak untuk kota besar seperti Jabodetabek. Tulus menilai harga murah itu hanya teknik pemasaran untuk menggaet konsumen dengan promosi.
Baca Juga: Pengamat Minta PT Vivo Juga Ditugaskan Jual BBM Satu Harga
"Kalau masa promosinya sudah lewat, bisa jadi akan dijual dengan harga normal atau bahkan lebih mahal. Kalau memang harganya murah, lebih baik untuk didistribusikan ke daerah terpencil yang lebih memerlukan BBM murah," tuturnya.
Tentang pernyataan bahwa BBM murah itu sudah ditingkatkan kadar oktannya menjadi 89, Tulus menilai juga perlu diuji terlebih dahulu di laboratorium independen untuk membuktikan kebenarannya.
"Namun, sekalipun betul berkadar oktan 89, tetap sudah tidak layak. Negara lain sudah menerapkan standar emisi Euro4. Indonesia masih belum lulus Euro2 karena masih ada BBM dengan kadar oktan di bawah 91," katanya. [Antara]