Ia menyesalkan, kecerobohan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan telah merenggut jiwa pekerja yang berada di bawahnya saat pemasangan girder, dengan alasan untuk mengarahkan pemasangan girder. Padahal menurutnya hal ini bisa diantisipasi dengan pemasangan kamera pada ujung-ujung girder tersebut. “Selain itu di bawahnya juga ada mobil dan peralatan lainnya di bawahnya, hal ini tidak dapat dibenarkan,” tambahnya.
Terkait sanksi, Ari mengaku sudah mengirimkan teguran tertulis kepada PT. Waskita Karya selaku kontraktor sejak kejadian kecelakaan jatuhnya jembatan di pembangunan Tol Bocimi pada September 2017 lalu. “Paling fatalnya nanti kita berikan sanksi tidak boleh mengerjakan lagi dalam waktu tertentu, kalau sanksi hukum nanti dari kepolisian. Tetapi nanti pemberian sanksi akan melewati mekanisme yang ada,”ungkapnya.
Sementara dari Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Ditjen Bina Konstruksi Darda Daraba mengatakan secara umum kecelakaan kerja terjadi karena dua faktor yakni perilaku yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja itu sendiri dan faktor kondisi yang tidak aman.
Dari sisi regulasi Kementerian PUPR telah mengatur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Permen PUPR NO 31/2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang mensyaratkan penyedia jasa sebelum melaksanakan pekerjaan harus membuat job safety analysis, yakni terkait bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi pada saat pekerjaan dilaksanakan.
Baca Juga: APBN Tak Cukup, Menkeu Minta Kontraktor LRT Palembang Cari Dana
Selain itu dalam Peraturan Menteri PU Nomor 5/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang mewajibkan penyelenggara pekerjaan konstruksi memenuhi syarat-syarat tentang keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi. Pelaksanaan SMK3 Konstruksi Bidang PU dilakukan pada semua tahapan mulai pra konstruksi (studi kelayakan, survei investigasi, detailed enginering design, dan penyusunan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa), tahapan pelelangan, tahapan pelaksanaan konstruksi hingga tahapan penyerahan hasil akhir pekerjaan.
"Penyedia jasa harus membuat Rencana K3 dimana pelaksanaannya harus melakukan 3 hal yaitu mengidentifikasi bahayanya, menilai resiko dan melakukan pengendaliannya," jelasnya.
Peraturan tersebut didukung dengan Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 66/SE/M/2015 tentang Biaya Penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Surat edaran ini memuat secara rinci kegiatan dan perlengkapan dan biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan SMK3 menjadi bagian yang disepakati dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.