Suara.com - Ekonom Ichsanuddin Noorsy menilai pemerintah belum siap menerapkan transaksi jalan tol non tunai (e-toll).
"Belum siap, ada yang card readernya rusaklah, mau top up, tapi saldonya (tempat isi ulang) habislah, nunggu lama," kata Ichsanuddin di Auditorium Adhiyana, Gedung Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudistira Adhinegara mengingatkan penerapan e-toll tidak sesuai dengan semangat Nawacita yang dicanangkan Presiden Joko WIdodo. Sebab, sistem tersebut, menurut Bhima, akan mengganggu perekonomian nasional. Akan membuat daya beli masyarakat menurun.
"Jadi ini kontraproduktif, kontraksi terhadap perekonomian, perpajakan juga nanti akhirnya juga akan menurun. Semuanya akan buruk bagi perekonomian Indonesia," kata Bhima.
Jika perekonomian melemah, kata dia, akan mengakibatkan krisis di masa mendatang. Pasalnya, pengeluaran negara akan terus bertambah dan masyarakat semakin kekurangan.
"Kalau banyak kebijakan yang aneh-aneh, kita akan memasuki periode krisis kecil di bulan November. Fiskal kita nggak kuat lagi, infrastruktur macem-macem, masyarakat mulai panik. Kemudian top up dipaksa membeli Rp50 ribu, kartu perdana e-money yang isinya Rp20 ribu itu masuk ke kantong perbankan," kata dia. (Handita Fajaresta)