Suara.com - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan telah banyak program energi yang dikeluarkan untuk mengatasi pemerataan dan ketimpangan serta kemiskinan.
Program pertama adalah BBM satu harga agar masyarakat di wilayah terpencil tidak lagi membeli BBM dengan harga hingga Rp. 100 ribu per liter atau lebih tinggi dari harga normal sebesar Rp. 6.450 per liter untuk Premium dan Rp. 5.150 per liter untuk Solar.
“BBM satu harga kalau kita mau membawa negara ini kedalam energi berkeadilan maka negara harus hadir dalam hal pengentasan kemiskinan. Program BBM satu harga untuk mengatasi harga BBM di daerah yang bisa mencapai lebih dari Rp7.000 per liter. Di Papua misalnya (harga BBM) bisa mencapai Rp100 ribu per liter. Pemrintah hadir sehingga harga BBM bagi saudara-saudara kita di daerah terpencil juga bisa menikmakt BBM dengan harga normal,” kata Arcandra di kantor staf kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).
Progress hingga saat ini, 26 lokasi telah selesai dilakukan pembangunan penyalur BBM satu harga. Taret total pembangunan hingga 2019 yaitu 150 lokasi yang dibangun oleh Pertamina, dan 7 lokasi dibangun oleh PT AKR. Adapun target penyelesaian tahun 2017 sebanyak 54 lokasi, selain 5 target yang rencananya di bangun oleh PT AKR.
Baca Juga: PKS Kritik Asumsi Makro Pemerintah di Sektor Energi Stagnan
Program selanjutnya adalah penyediaan jaringan gas kota untuk rumah tangga yang harganya lebih murah dibanding LPG.
“Ide program ini seperti PDAM yang mengalirkan air ke rumah rumah. Jaringan gas kota juga mengalirkan gas ke rumah tangga dengan harga yang lebih murah dari LPG. Pemanfaatan jaringan gas kota akan mengurangi biaya rumah tangga sebesar Rp. 90 ribu per bulan per keluarga. Selain itu leibh praktis, bersih dan aman dibanding tabung LPG 3 kg,” kata Arcandra.
Program pemerataan lainnya adalah pemberian konverter kit LPG untuk nelayan (Konkit Nelayan) yang sebelumnya melaut dengan kapal yang menggunakan minyak solar atau bensin.
“Penggunaan konkit LPG untuk nelayan ini akan mengurangi biaya operasional nelayan sebesar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per hari. Tahun 2016 lalu telah dibagikan konkit nelayan sebanyak 5.473 unit, dan tahun 2017 ini ditargetkan sekitar 17 ribu unit,” ujarnya.
Dalam menyediakan listrik untuk Indonesia, hingga saat ini rasio elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 93,08 persen.
Baca Juga: Mike Pence Saksikan Peresmian Kerjasama RI-AS Di Sektor Energi
“Memang masih ada provinsi dengna rasio elektfikasi rendah seperti NTT dan Papua, tetapi kedepan hingga tahun 2019 ditargetkan rasio elektrifikasi nasional kita tingkatkan hingga lebih dari 97 persen. Upaya yang dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 38 tahun 2016 yaitu percepatan elektrifikasi perdesaan dengan penyediaan listrik hingga 50 MW bagi perdesaan belum berkembang, terpencil, perbatasan dan pulau kecil berpenduduk,” ujarnya.
Arcandra juga menambahkan upaya lainnya adalah program pra elektrifikasi melalui penyediaan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) yang pada tahun 2017 ditargetkan bagi 80 ribu lebih rumah tangga, dan tahun 2018 sebanyak 175 ribu lebih rumah tangga. Program pembagian LTSHE difokuskan bagi desa belum berlistrik yang jumlahnya sekitar 2500 desa.
Kapasitas pembangkit listrik Indonesia saat ini sekitar 60 ribu MW. Kapasitas tersebut telah mengalami peningkatan sekitar 7 ribu MW dari kapasitas tahun 2014 sebesar 53 ribu MW.
Program pro pemerataan dan pengentasan kemiskinan sektor ESDM lainnya adalah pemboran sumur untuk penyediaan air bersih bagi masyarakat sulit air. Pada periode 2005-2016 telah dilakukan pemboran sumur sebanyak 1.545 sumur bor yang telah menyediakan air bersih bagi 4,4 juta jiwa.
“Target tahun 2017 ini sebanyak 250 sumur bor yang akan kita selesaikan. Hingga saat ini capaiannya sekitar 47,8 persen,” ujar Arcandra.