Suara.com - Kementerian Perhubungan memastikan tetap memakai besaran tarif taksi berbasis aplikasi daring (online), yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017. Padahal, sebelumnya, ketetapan tarif itu sudah ditolak Mahkamah Agung.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemakaian peraturan itu untuk mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah taksi online. Ia menilai, peraturan itu untuk mencegah monopolisi bisnis angkutan umum.
“Semua mau murah, tapi ada satu yang monopoli, mau? Murah berlebihan ada hubungannya dengan upaya memonopoli. Jadi, kalau ada istilah bakar uang (oleh penyedia aplikasi), diskon sesaat, jangan dilakukan di Indonesia. Jadi ini (sebenarnya) murahnya semu," kata Budi di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2017).
Baca Juga: Usai Salat, Penjual Batagor Ini Ditangkap karena Pakai Baju PKI
Menurut Budi, aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini diklaim untuk memberikan perlindungan kepada penumpang dan sopir taksi online.
Besaran tarif yang diatur oleh Kemenhub untuk taksi online berkisar Rp3.500 - Rp6.000 per kilometer untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali.
Sementara di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua tarifnya berkisar Rp3.700 sampai Rp6.500.
Sanksi tegas hingga pencabutan izin sudah menunggu, bila taksi online tidak mematuhi ketentuan tarif batas bawah dan atas yang ditentukan pemerintah tersebut.
“Kalau dulu hanya Kemenhub yang bisa melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh taksi online ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kini bupati, walikota, gubernur, dirjen, hingga kepala badan juga bisa lapor,” tandasnya.
Baca Juga: Ngaku Polisi saat Ditilang, Percakapan Lelaki Ini Undang Tawa