Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa Rabu (18-19/10/2017) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,25 persen, dengan suku bunga Deposit Facility tetap 3,50 persen dan Lending Facility tetap 5,00 persen, berlaku efektif sejak Jumat (20/10/2017). Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik.
"Tingkat suku bunga kebijakan saat ini dinilai masih memadai untuk menjaga laju inflasi sesuai dengan sasaran dan defisit transaksi berjalan pada level yang sehat," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman di Jakarta, Kamis (19/10/2017).
BI menegaskan tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang berasal dari global terkait rencana pengetatan kebijakan moneter dan reformasi fiskal di AS serta tekanan geopolitik di Eropa dan semenanjung Korea, maupun risiko dari domestik antara lain masih berlanjutnya konsolidasi sektor korporasi dan perbankan. BI akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memperkuat bauran kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, stabilitas sistem keuangan dan memperkokoh fundamental ekonomi Indonesia.
Baca Juga: BI Putuskan Turunkan BI-7-Day Reverse Repo Rate Jadi 4,50 Persen
Perbaikan ekonomi dunia terus berlanjut dengan kecenderungan lebih tinggi terutama didorong oleh perbaikan pertumbuhan ekonomi Eropa dan Cina. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi seiring perbaikan kinerja ekspor, peningkatan investasi, serta perkembangan sektor keuangan yang semakin kondusif. Sementara itu, perekonomian Cina diperkirakan lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sejalan peningkatan kinerja perdagangan internasional dan kegiatan konsumsi swasta yang tetap kuat.
"Perekonomian AS diperkirakan tetap tumbuh sesuai proyeksi didukung oleh aktivitas konsumsi dan produksi yang solid," ujarnya.
Perekonomian India diperkirakan tumbuh sesuai revisi proyeksi ke bawah akibat dampak negatif demonetisasi dan penerapan pajak GST. Sejalan dengan prospek perekonomian global yang membaik, volume perdagangan dunia dan pertumbuhan harga komoditas non-migas diperkirakan lebih tinggi dari asumsi semula. Ke depan, sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai, antara lain kenaikan FFR pada Desember 2017, dampak normalisasi neraca bank sentral AS yang mulai dilaksanakan pada akhir Oktober 2017, serta transisi kepemimpinan bank sentral AS.
"Selain itu, terdapat risiko geopolitik yang berasal dari Spanyol dan proses transisi kepemimpinan di beberapa negara Eropa. Di Asia, terdapat risiko geopolitik yang berasal dari semenanjung Korea," tutupnya.
Baca Juga: BI Pertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 4,75 Persen