Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan merancang Peraturan Menteri ESDM tentang penetapan Nilai Perolehan Air Tanah pada kegiatan hulu minyak dan gas bumi.
Rencana ini disampaikan saat rapat kerja antara Menteri ESDM dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin (9/10/2017) guna menentukan kepastian batas ambang penetepan Pajak Penghasilan oleh Pemerintah Daerah.
“Secara filosofi, apa yang diusahakan, kegiatan ekstraktifnya adalah (memperoleh) minyak dan gas, jadi bukan untuk memperoleh air. Air ini bagian yang tidak terhindarkan. Kalau ini dikenakan pajak penghasilan (PPh) yang tinggi, tentunya usaha hulu migas tidak ekonomis lagi,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam keterangan resmi, Rabu (11/10/2017).
Baca Juga: Ini Klarifikasi Kementerian ESDM soal Kontroversi Meikarta
Dalam regulasi anyar tersebut nantinya selain mengakomodasi kepentingan daerah terkait dengan upaya mendapatkan Pendapatan Asli Daerah juga keberlangsungan usaha kegiatan hulu migas. Tentu, peraturan tersebut memperhatikan aspirasi para pemangku kepentingan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Migas Ego Syahrial mengungkapkan, penetapan NPA untuk kabupaten/kota adalah sebesar Rp 125/m3 dan pajak air tanah diperoleh melalui perhitungan vulume air x Rp125/m3 x 20 persen (maksimal penarikan). NPA dan pajak air tanah berdasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 12 Tahun 2002 tentang Nilai Perolehan Air Yang Digunakan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Yang Memberikan Pelayanan Publik, Pertambangan Minyak Bumi Dan Gas Alam.
Dalam beleid tersebut, NPA ditetapkan oleh Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk menarik pajak air tanah. Akan tetapi, Kementerian ESDM selaku institusi yang mengatur kegiatan tersebut tidak dilibatkan dalam penetapan ini. Kebijakan tersebut berubah seiring terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penetapan NPA yang sebelumnya menjadi kewenangan Bupati/Walikota beralih kepada Gubernur.
Setelah adanya UU tersebut, nilai penetapan air tanah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dan dibahas secara teknis dengan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pedoman Penetapan Nilai Perolehan Air Tanah. Regulasi tersebut memberikan amanat kepada Kementerian ESDM untuk menyusun pedoman NPA pada kegiatan hulu migas yang ditetapkan oleh Menteri ESDM.
“Kami mengusulkan agar nilai perolehan air tanah di migas ini tidak di-treat sebagai air activer, yaitu yang bisa dimanfaatkan seperti air baku, melainkan dikembalikan ke reservoir. Maka, kami mengusulkan untuk tidak diberi nilai perolehan air tanah,” ujar Ego.
Baca Juga: Kementerian ESDM Cari Baterai yang Tepat untuk Mobil Listrik
Dengan usulan tersebut, Pemerintah berharap tidak akan membebani industri yang bergerak di bidang hulu migas sehingga kegiatan hulu migas bisa lebih ekonomis.