Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) bertentangan dengan Undang–undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sehingga praktek penggunaan uang elektronik itu ilegal.
Pernyataan itu muncul dari Normansyah (41) dan Tubagus Haryo Karbyanto (48) sebagai pengguna layanan tol dan bus Transjakarta. Menurut mereka, kebijakan baru Bank Indonesia tentang uang elektronik (electronic money) yang dimuat dalam PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) menimbulkan persoalan dalam masyarakat.
"Pasalnya, semenjak berhembusnya peraturan ini, pelbagai fasilitas publik seperti Layanan Jalan Bebas Hambatan (tol). Layanan Transportasi Bus Transjakarta dan lain sebagainya menolak adanya transaksi pembayaran tunai. Praktek kebijakan ini telah mendiskriminasi warga yang hendak melakukan transaksi pembayaran dengan uang tunai," kata Azas Tigor Nainggolan, Ketua Forum Warga Kota jakarta (FAKTA), sekaligus kuasa hukum Normansyah dan Tubagus Haryo Karbyanto, di Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Fenomena ini telah menimbulkan keresahan dan pertanyaan dalam masyarakat tentang keberadaan Undang-undang Mata Uang yang hanya mengatur Rupiah dalam bentuk kertas dan logam. Sebab masyarakat yang menggunakan rupiah untuk transaksi pembayaran selain didiskriminasi juga dibingungkan serta dipaksa untuk tidak mengunakan uang rupiah. Padahal bila melihat Undang-Undang Mata Uang, di Indonesia, Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia bukan uang elektronik.
Oleh sebab itu Normansyah dan Tubagus mengajukan permohonan Keberatan atas PBI ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) melalui permohonan Judicial Review (JR). Alasannya karena layanan publik di atas menolak warga yang membayar layanan yang dimaksdud dengan menggunakan uang tunai.
Mata uang Rupiah dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia telah mengatur dengan jelas dan tegas tentang Mata Uang melalui Undang-undangnya. Mulai dari Ketentuan Umum, Macam dan Harga Rupiah, Ciri, Desain dan Bahan Baku Rupiah, Pengelolaan Rupiah, Penggunaan Rupiah, Penarikan Rupiah, sampai pada Ketentuan Pidana telah lengkap dan memperkuat tentang Mata Uang Indonesia yakni Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan wajib berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Jelas terbukti bahwa PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) bertentangan dengan Undangan-Undang Mata Uang yang belum/tidak mengakomodir adanya mata uang rupiah dalam bentuk rupiah elektronik (electronic money). Maka uang elektronik adalah uang illegal," jelas Tigor.
Penolakan terhadap transaksi tunai adalah sebuah pembangkangan terhadap undang-undang. Untuk itu warga sangat membutuhkan penjelasan agar adanya kepastian hukum terhadap hal–hal yang disebutkan di atas, dan tidak adanya diskriminasi terhadap masyarakat pengguna Rupiah Kertas maupun Logam dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
Atas dasar pertimbangan hukum tersebut di atas, FAKTA pada Selasa (10/10/2017) mendaftarkan upaya Uji Materil kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia karena Peraturan Bank Indonesia nomor 16/8/PBI tentang Uang Elektronik bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Kami meminta agar MA untuk menerima dan mengabulkan permohonan ini secara keseluruhan. Selain itu, kami meminta MA menyatakan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) tidak sah atau tidak berlaku secara umum," tutupnya.
Baca Juga: Aspek Sindir Negara Berperan Jadi 'Sales' e-Money Perbankan