Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan harus berhati-hati dalam melakukan penyelidikan terhadap dugaan penghindaran pajak di Singapura. Terlebih jika memang benar dana tersebut diduga terkait dengan pejabat militer dari Indonesia.
Sebagaimana diketahui, muncul berita mengejutkan dari London, Inggris. Salah satu raksasa perbankan dunia, Standard Chartered Plc mengaku telah kecolongan transfer aset dana nasabah dari Indonesia. Besaran dana yang ditransfer mencapai 1,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) alias Rp18,9 triliun. (Dengan asumsi kurs 1 dolar AS = Rp13.500,00).
Menurut sumber Bloomberg, dana tersebut ditransfer dari Guernsey, Kepulauan Channel, ke Singapura. Transfer tersebut terjadi sejak akhir 2015. Dana tersebut dikelola oleh unit trust Stanchart Guernsey. Menariknya, dana yang sangat besar tersebut diduga memiliki hubungan dengan kalangan militer Indonesia.
Transfer tersebut dilakukan sebelum Guernsey mengadopsi Common Reporting Standard (CRS), kerangka global pertukaran data pajak yang berlaku mulai awal tahun 2016. Dengan CRS, sekitar 100 negara sepakat untuk membagikan laporan tahunan tentang rekening milik orang-orang di setiap negara anggota untuk kepentingan pajak.
Baca Juga: Apa Pentingnya Laporkan Smartphone di SPT Pajak?
"Saya kira secara umum, Ditjen Pajak harus mendeteksi apakah pemilik dana tersebut sudah ikut tax amnesty atau belum. Jika sudah tidak ada masalah, meskipun secara hukum di negara lain yang bersangkutan kena masalah," kata Yustinus saat dihubungi Suara.com, Sabtu (7/10/2017).
Jika belum ikut tax amnesty, maka dana tersebut adalah objek pajak yang harus dikejar semaksimal mungkin oleh pemerintah. Apalagi modus tersebut sebetulnya selama ini sudah sering dilakukan WNI ataupun korporasi dari Indonesia untuk menghindari pajak.
"Apalagi Singapura menjadi pusat bisnis yang semakin menjanjikan. Makanya banyak dana yang bergeser dari semula Swiss, pindah ke Singapura misalnya. Soal ilegal atau tidak, bisa jadi. Tugas Ditjen Pajak untuk mengejarnya dan menagihnya. Kalau ada pemindahan dana sebesar itu dengan cara yang kurang wajar, saya rasa memang ada masalah hukum," tutur Yustinus.